"Kami menegaskan kepada pemerintah jika serius ingin swasembada gula baik industri maupun konsumsi, maka dua Pabrik gula Rafinasi tersebut harus segera dievaluasi perijinan dan keberadaannya dengan mewajibkan untuk memenuhi bahan baku produk?inya dari tebu tanamannya sendiri," tegasnya.
Edy juga menegaskan, pihaknya tidak akan mempersoalkan dua pabrik gula baru asalkan sesuai dengan ijin usahanya dan syaratnya dipenuhi. Kalau syarat tidak dipenuhi dan bikin gaduh mengambil tebu dari daerah-daerah sekitar yang sudah ada pabriknya, menurutnya menipu dan melenceng.
"Hak kami meminta pada pemprov dan DPRD bahkan pusat untuk evaluasi dan bahkan bila perlu ijinnya di cabut," tandasnya.
Pihaknya juga heran ada kegaduhan dan ketimpangan mengapa mereka diam dan ada apa juga dibiarkan. Bahkan minta ijin raw sugar untuk gula rafinasi justru malah siap mengawal dan mengatakan permemperin no 3 2021 berbahaya untuk pengusaha dan industri mamin di Jawa Timur.
Edy juga menyesalkan adanya suara-suara sumbang yang dilontarkan sejumlah anggota DPRD Jatim terhadap asosiasinya yang menuding adanya bantuan dana dari pihak tertentu yang diberikan kepada asosiasinya.
Menurutnya sangkaan DPRD Jatim itu tak masuk akal dan tak memiliki dasar apalagi bukti yang kuat.
"Apa yang kita upayakan adalah meluruskan maksud dan tujuan Permenperin no 3/2021 adalah instrument pemerintah untuk mengatur dan memenuhi kebutuhan gula nasional baik Rafinasi dan konsumsi sesuai peruntukannya," tegasnya.
Edy melanjutkan, tudingan APTRI dapat anggaran dari pihak tertentu tentunya tidak logis dan perlu diluruskan. Menurutnya tidak alasan logis mereka ngasih BUMN maupun RNI.
Justru yang perlu di curigai adalah kenapa DPRD mati-matian bela KTM dan RMI yang jelas-jelas perusahaan swasta.
"Sementara pabrik yang ada milik BUMN dengan banyaknya stakeholder terlibat dan masyarakat yang bekerja di dalamnya malah nasibnya di abaikan dan kita berjuang dari dulu untuk petani. Mana ada DPRD membela petani sampai ke istana yang ada menonton," sambungnya.
Edy memandang bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar karena pada posisi dan versinya masing-masing. Namun pihaknya adalah petani dan pabrik, ibaratnya seperti ikan dan air yang perlu perlindungan untuk mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, saling membutuhkan bukan untuk tipu menipu.
"Wakil rakyat tempat kita mengadu namun bukan hak kami memaksa mereka untuk membela kami, saat menjabat mungkin mereka tidak butuh dengan rakyat," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: