Landasan hukum mudharabah terdapat dalam Al Qur'an surat Al-Jumu'ah ayat 10, yang berbunyi:
"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung."
Dari Shalih bin Shuhaib R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)
Adapun sifat utama mudharabah yakni bagi hasil dan bagi risiko. Keuntungan usaha dapat dibagi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan. Meksi demikian, sejatinya tidak ada ganti rugi dalam mudharabah, karena akad ini pada dasarnya bersifat amanah. Kecuali akibat dari kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
Mudharabah juga dapat dibatasi oleh periode tertentu. Kontrak yang dibuat tidak boleh dikaitkan (mu'allaq) dengan kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah jika tidak terselesaikan melalui musyawarah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: