Sistem ODSP Agar Perizinan Investasi Terpusat, SKK Migas: Kami Dampingi Perizinan Investor
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan, perizinan lintas sektoral yang menumpuk menyebabkan investor enggan untuk melakukan investasi di Indonesia. Karena itu, SKK Migas membuat sistem One Door Service Policy (ODSP) sebagai sistem perizinan terpusat di bawah pengawasan langsung Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Program ini membuat SKK Migas melakukan pendampingan perizinan untuk investor sejak melakukan eksplorasi sampai melakukan pengembangan operasi bahwa mereka harus ditemani dan didampingi," ujar Didik Setyad, Divis Hukum SKK Migas, dalam Media Briefing Peluang dan Tantangan Investasi Migas Pasca Omnibus Law, Rabu (14/7/2021).
Baca Juga: Kementerian Investasi Beberkan 3 Alasan Ini Jadi Masalah Investasi di Indonesia
Sebagai tindak lanjut UU Cipta Kerja, kata Didik, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Berisiko. Salah satu di dalamnya memuat peran SKK Migas dalam membuat One Door Service Policy (ODSP) guna membantu proses perizinan termasuk kementerian lain untuk aktivitas hulu migas.
OSDP yang diluncurkan pada Januari 2020 dianggap berhasil mempercepat layanan rekomendasi SKK Migas dari 14 hari menjadi rata-rata 3,2 hari. Sementara, tahun 2021 ditargetkan hanya menjadi 3 hari.
"ODSP sebenarnya satu alat bagi SKK Migas untuk memastikan bahwa program setiap tahunnya tidak terkendala urusan perizinan. Termasuk, menyukseskan target 1 juta barel per hari di tahun 2030," katanya.
Didik menambahkan, keberadaan ODSP karena investasi migas membutuhkan perizinan lintas sektoral. Dia mencontohkan, bila sumur pengeboran di laut akan bersinggungan dengan perizinan dari Kementerian Perikanan dan Kelautan.
Kemudian, pipa yang disalurkan hingga pesisir akan memiliki keterkaitan dengan perizinan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sementara, pengelolahan produk yang memasuki wilayah hutan membutuhkan perizinan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Ini sudah tiga turunan. Izin pertanahan BPN kawasan hutan tidak bisa hanya KLHK dinyatakan bahwa izin pinjam kawasan hutan diperlukan rekomendasi dari Gubernur. Izin ini berarti harus diurus di provinsi. Izin kawasan hutan tidak bisa diterbitkan kalau Amdalnya belum ada," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum