Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Riset PBNU: Komoditas Tembakau Terbukti Untungkan Petani

Riset PBNU: Komoditas Tembakau Terbukti Untungkan Petani Kredit Foto: Antara/Siswowidodo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti LAKPESDAM-PBNU Semarang Mohammad Ichwan menyampaikan bahwa tembakau adalah komoditas yang menguntungkan bagi petani, terutama di daerah yang cenderung kering. Hasil riset LAKPESDAM-PBNU yang dilakukan di Rembang Jawa Tengah selama dua bulan membuktikan bahwa komoditas tembakau membawa perubahan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

Faktanya, ketika lahan di Rembang ditanami komoditas lain seperti jagung dan kedelai ternyata tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat.

“Sejak perusahaan rokok datang, membawa bibit tembakau, menawarkan model kerja sama, petani jadi untung. Yang tadinya anaknya enggak bisa sekolah jadi bisa sekolah, bisa pergi haji, bisa bangun rumah. Ini yang membuat petani senang,” ujar Ichwan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (21/8/2021). Baca Juga: Hadapi Tekanan Hebat, Industri Hasil Tembakau Butuh Perlindungan Negara

Ia juga mengatakan bahwa jumlah petani tembakau semakin bertambah setiap tahunnya, contohnya di Rembang pada 2016 terdapat sekitar 2.000 petani. Pada 2019 menunjukkan adanya peningkatakn jumlahnya secara signifikan menjadi 4,500 petani. Jumlah tersebut belum termasuk pekerja yang bagian memetik, mengangkut, dan lain-lain. Sistem ini pun berpengaruh terhadap pemasukan negara dari produk tembakau yang grafiknya selalu meningkat setiap tahun.  

“Jadi petani tembakau ini jangan dimusuhi. Tembakau membuat rakyat sejahtera, harusnya dikembangkan,” ujarnya.

Namun sayangnya masih banyak pihak yang beranggapan bahwa mata rantai pertanian tembakau berdiri sendiri dan tidak dipengaruhi oleh berbagai regulasi yang mengatur industri hilirnya. Menganalisa hal tersebut, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-PBNU) membuktikan bahwa seluruh regulasi yang diterapkan pada sisi hilir industri saling berhubungan dengan seluruh mata rantai Industri Tembakau termasuk petani.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sejak akhir tahun 2020 tersebut, Lakpesdam PBNU menolak tegas salah satu isu yang tengah ramai menjadi polemik di masyarakat IHT yaitu rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan karena dinilai merugikan petani tembakau. 

“Ini bukan sekadar reaksi tidak setuju, tapi kami memberikan pandangan berdasarkan riset. Kebijakan ini jelas merugikan petani,” sebut Ichwan. Baca Juga: Kendala dan Tantangan Simplifikasi Tarif Cukai Tembakau

Dia menjelaskan wacana revisi PP 109/2012 ini hanya dilihat dari perspektif kesehatan tanpa memperhatikan kesejahteraan ekonomi petani tembakau. Kebijakan ini seolah melihat semua masalah kesehatan disebabkan oleh rokok sehingga dinilai perlu membatasi produk tembakau. Padahal menurutnya, ketika berbicara kesehatan, ada produk-produk lainnya yang juga  memiliki risiko.

“Statistik yang meninggal karena makanan manis dan berlemak lebih banyak dibandingkan rokok, tapi pemerintah tidak pernah menunjukan itu. Harusnya berpikir secara adil dan tidak digeneralisasi,” jelas Ichwan.

Sebelumnya, Ketua APTI Rembang Akhmad Sayuti juga menyampaikan hal serupa. Menurutnya revisi PP 109/2012 jelas makin memberatkan petani karena posisinya yang berada di ujung mata rantai industri. 

“Petani condong ke penolakan. Ketika regulasi ini keluar dan industri bereaksi dengan regulasi itu, maka yang paling ujung dan merasakan tekanannya itu petani. Petani ini di bagian bawah, selalu kena imbas,” ungkap Sayuti.

Sayuti mencontohkan beberapa waktu lalu ada isu kenaikan cukai, dan langsung berimbas ke para petani. Baca Juga: PPKM Darurat Diperpanjang, Industri Hasil Tembakau Kudu Dilindungi

Dia menjelaskan tembakau memiliki dampak yang luar biasa untuk wilayah Rembang. Selain itu pertanian tembakau berdampak terhadap kondisi ketenagakerjaan karena proses penanaman sampai produksi memerlukan banyak orang, yang kemudian menyerap banyak tenaga kerja.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: