Alasan Mengapa Lembah Panjshir Tak Pernah Dikuasai Taliban Akhirnya Terbongkar
Jalur ini penting bagi tentara Alexander Agung dan Tamerlane atau Tamburlaine Agung, penakluk nomaden besar Asia Tengah.
Kawasan ini juga memiliki sumber alam seperti tambang zamrud, bendungan pembangkit listrik tenaga air, dan tenaga angin.
Amerika Serikat sendiri lebih mementingkan pembangunan prasarana seperti jalan-jalan dan menara transmisi radio untuk menerima sinyal dari ibu kota Kabul.
Namun, daerah kantung ini secara ekonomi kurang vital.
"Kawasan ini sangat cocok untuk perang gerilya, namun tidak strategis, tak begitu dekat dengan pelabuhan penting. Tidak ada industri sehingga tidak ada sumbangan bagi produk domestik bruto negara itu," kata wartawan Afghanistan, Haroon Shafiqi, dari BBC World Service.
"Yang paling penting adalah kawasan ini memiliki jalan raya. Yang paling dekat adalah Salang Pass [Lintas Salang]," kata Shafiqi.
"Pada 1997, Taliban memotong semua rute ke Panjshir dan semua yang tinggal di sana kekurangan makan," tambah Shafiqi.
Namun, perlawanan di lembah ini berlanjut.
Saat ini penduduk di kawasan ini berjumlah antara 150.000 dan 200.000 jiwa, sebagian besar berasal dari etnis Tajikistan, atau sekitar seperempat dari 38 juta orang yang tinggal di Afghanistan.
Secara historis, penduduk di sana memang merupakan anti-Taliban.
"Simbol perlawanan"
Tokoh utama perlawanan anti-Talliban dalam sejarah Panjshir adalah Ahmad Shah Massoud, gerilyawan Mujahidin yang dibunuh oleh Al-Qaeda, dua hari sebelum serangan 11 September 2001. Ia memimpin perjuangan untuk otonomi di kawasan itu pada 1980an dan 1990an.
Dijuluki "Singa Panjshir" (Panjshir berarti lima singa), fotonya bisa ditemukan di banyak tempat di Ibu Kota Afghanistan, mulai dari monumen, baliho dan poster di jendela-jendela toko, serta sepanjang Provinsi Panjshir.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: