Perhatian! Leasing Bisa Tarik Kendaraan Debitur Tanpa Pengadilan Lho, Asalkan...
Persoalan eksekusi objek jaminan fidusia oleh kreditur terhadap debitur yang dianggap melakukan wanprestasi alias kreditnya macet terus menjadi perdebatan. Pasalnya, sejauh ini masih banyak masyarakat yang masih tidak mengetahui, bahwasanya, eksekusi objek jaminan fidusia sebetulnya bisa dilakukan, tanpa perlu adanya proses peradilan.
Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indra mengatakan, jaminan fidusia sebagai bagian dari mitigasi risiko yang dilakukan perusahaan pembiayaan. Sehingga pada prakteknya, perusahaan pembiayaan punya kewenangan melakukan eksekusi objek jaminan fidusia tanpa lewat pengadilan.
"Misalnya jika perusahaan pembiayaan menggunakan jasa pihak ketiga, untuk melakukan eksekusi, si tenaga penagih harus dibekali sertifikasi dan dokumen lengkap penjaminan fidusia," kata Indra dalam webinar bertajuk "Polemik Eksekusi Jaminan Fidusia, Bisa Dieksekusi Tanpa Pengadilan?" di Jakarta, Rabu (6/10/2021). Baca Juga: Demi Nasabah, Industri Pembiayaan Kucurkan Rp200 Triliun untuk Restrukturisasi Kredit
Hal tersebut juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi no 2/PUU-XIX/2021 yang menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri, sesungguhnya hanya sebagai sebuah alternatif.
Senada, pakar hukum, Frans Hendra Winarta pun menganggap hal demikian. Putusan MK menurutnya hanya sebuah penegasan. Sertifikat jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) UU 42/1999 mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Sertifikat jaminan fidusia punya kekuatan eksekutorial. Eksekusi jaminan melalui putusan pengadilan bukan suatu yang mutlak, diharuskan gitu. Dalam ketentuan ini, kekuatan eksekutorial adalah dapat dilakukan langsung tanpa proses ke pengadilan. Jadi debitur balelo itu tidak boleh sebetulnya," jelasnya.
Sementara itu, ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno mengungkapkan, perusahaan pembiayaan sebenarnya tidak ingin eksekusi jaminan fidusia dilakukan.
Menurutnya, banyak cara yang bisa dilakukan untuk menghindari eksekusi jika debitur menunjukkan itikad baik untuk berdiskusi. Salah satunya adalah dengan cara restrukturisasi kredit dan diskusi antar debitur kreditur sehingga, tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak.
"Jika debitur dan unitnya ada, lebih kepada bagaimana kita melakukan restrukturisasi dan diskusi. Intinya perusahaan pembiayaan tidak ingin kendaraan dieksekusi. Kita kasih uang inginnya kembali uang. Kita ingin ada kesepakatan, ayo kalau susah kita bantu," kata Suwandi.
"Selama pandemi, 5,2 juta debitur sudah kami bantu dengan nilai Rp200 triliun. Jumlah ini tidak kecil, mencapai 50% dari outstanding kami, tetapi tetap dibantu dan benar, 70% nya sudah kembali membayar normal," tambahnya. Baca Juga: APPI Proyeksikan Lima Poin Utama yang Akan Jadi Masa Depan Industri Keuangan
Namun pada kenyataannya tidak sedikit debitur nakal yang membuat unit berpindah tangan. Kejadian ini juga kerap ditemui. Bahkan ada juga yang debiturnya tidak ada atau menghilang, unitnya pun menghilang. Hal ini sudah menyalahi aturan. "Ada yang unitnya bisa sampai ke pihak lain orang hingga orang ke empat," ujar dia
Di sisi lain, Finance Director sekaligus Corporate Secretary BFI Finance Sudjono menambahkan, pihaknya selalu melakukan literasi ke masyarakat, termasuk ke konsumennya. Sehingga segala sesuatunya yang terjadi ke depan, juga tidak serta merta melakukan eksekusi, karena ada proses sesuai ketentuan mulai dari memberikan pesan dan pengingat ke konsumen baik secara lisan maupun tertulis.
"Jika sesudah peringatan pertama hingga ketiga juga masih lalai. Kita akan meminta secata tertulis untuk diserahkan unit, untuk kita bantu jual, uangnya sebagian kita kembalikan ke konsumen dan dilakukan secara jelas," terangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman