Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kualitas Udara Jakarta Buruk, Ini Dampak bagi Pengidap Covid-19 dan Atlet

Kualitas Udara Jakarta Buruk, Ini Dampak bagi Pengidap Covid-19 dan Atlet Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Konsultan Kesehatan Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) Alvi Muldani menyoroti rendahnya kualitas udara bersih di Provinsi DKI Jakarta. Menurutnya, polutan yang paling banyak menimbulkan masalah kesehatan adalah Particulate Matter atau PM 2,5. Ukurannya kecil, tetapi beratnya lebih besar dibanding dengan polutan lain.

"Polutan ini dapat menembus paru-paru dan dialirkan oleh pembuluh darah ke seluruh tubuh. Pada tahun 2013, World Health Organization (WHO) sendiri telah mengklasifikasikan PM2,5 sebagai zat penyebab kanker," ujarnya dalam webinar "Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait Tuntunan Udara Bersih Jakarta, Apa Langkah Selanjutnya?", Kamis (7/10/2021).

Baca Juga: Memprihatinkan, Buruknya Kualitas Udara Jakarta Turunkan Harapan Hidup 5 Tahun

Alvi menambahkan, setelah lebih dari 15 tahun, pada 22 September lalu WHO juga merilis peraturan baru untuk menaikkan standar kualitas udara. Sekarang, nilai ambang batas baku mutu udara ambien untuk Particulate Matter (PM) 2,5 standarnya menjadi 15 mikrogram per meter kubik untuk batas harian dan 5 mikrogram untuk batas rata-rata tahunan. Sementara di Jakarta, pada hari ini tercatat kadar PM 2,5 nya mencapai 26,9 ug/m3, enam kali lipat standar tahunan WHO terbaru.

"Menurut penelitian, sekitar 7-33 persen itu ada hubungannya dengan polusi udara dan memperburuk keparahan pasien Covid-19. Kalau mau masuk ke tubuh, harus melewati barrier dalam tubuh," ujarnya.

Keberadaannya yang tidak banyak disadari, dengan penyakitnya tidak spesifik, membuat sebagian besar masyarakat cenderung abai dengan polutan sebagai salah satu penyebab utama masalah kesehatan. Padahal, polutan PM 2,5 ini dapat menyebabkan gangguan perkembangan janin, iritasi mata dan saluran napas, kanker paru, hingga penyakit otak degeneratif.

"Bahkan, penurunan performa atlet karena mereka bernapas 20 kali lebih banyak dibanding orang normal sehingga berisiko 20 kali lipat terpapar polusi," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: