Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kepatuhan Prokes Kolektif Guna Menekan Risiko Penularan COVID-19 Di Tengah Kegiatan Keagamaan

Ia menegaskan, tanggung jawab praktik keagamaan seharusnya seimbang dengan tanggung jawab menjaga keselamatan jiwa. Karena itu, Prokes dalam menjalankan aktivitas ibadah tidak hanya menjadi tanggung jawab kita sebagai warga negara, melainkan juga sebagai panggilan keagamaan atas dasar ketaatan.

Potensi penularan pada Hari Besar Keagamaan, menurut Asrorun, sebetulnya bukan pada faktor Hari Raya Keagamaan itu sendiri. Melainkan lebih banyak terjadi pada faktor liburan, rekreasi, kegiatan keluar ke ruang publik yang mengiringi Hari Raya Keagamaan. Karena itu, upaya mitigasi dan langkah-langkah preventif diperlukan.

“Kalau aktivitas keagamaan, rata-rata sudah memahami Prokes,” ujarnya.

Kesempatan yang sama, Sekretaris Eksekutif Bidang KKC Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Jimmy Sormin menjelaskan, rumah-rumah ibadah masih terus memberikan literasi, panduan, pedoman Prokes bagi jemaah. “Gereja juga memiliki satuan tugas untuk mengawal dan memantau pelaksanaan Prokes,” katanya. 

Saat ini, pihaknya masih mengimbau pelaksanaan ibadah secara virtual (digital) karena lebih aman. Ibadah virtual tersebut menjadi semakin masif kala pandemi dan setelah pelonggaran diberlakukan pun, banyak jemaah atau rumah ibadah yang memilih meneruskannya karena lebih nyaman.

Selain itu, ibadah secara virtual terbukti mampu menjangkau lebih banyak jemaah, bahkan yang di luar negeri dapat beribadah dengan yang berada di Indonesia, diselenggarakan oleh rumah-rumah ibadah yang makin fasih dengan teknologi digital.

“Jika ingin ibadah luring, harus mematuhi Prokes dan berkoordinasi dengan Satgas setempat,” tandas Jimmy. Belajar dari perayaan Natal tahun sebelumnya, Jimmy meyakini, tahun ini gereja dapat lebih memahami apa yang harus dilakukan.

Seiring membaiknya situasi pandemi dan penurunan level PPKM, maka peningkatan intensitas acara keagamaan memang diizinkan secara bertahap. Hal ini dikemukakan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, dr. Reisa Broto Asmoro.

“Tapi kita tidak boleh menganggap sepele. Pandemi belum usai, bahkan ada varian baru yang lebih menular,” ujar Reisa. Menurutnya, disiplin Prokes dan kebiasaan-kebiasaan baik yang telah dilakukan di masa PPKM harus terus dijaga hingga pandemi berakhir, atau justru berlanjut menjadi budaya baru untuk mencegah penyakit-penyakit menular.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, kata Reisa, liburan panjang dan Hari Raya yang menimbulkan mobilitas dapat berisiko adanya lonjakan kasus bila tidak disertai Prokes ketat. Karena itu, upaya mitigasi disiapkan jauh-jauh hari dengan melibatkan berbagai pihak agar tidak terdapat titik lengah yang memicu penularan.

Selain itu, Reisa menekankan, penguatan testing dan skrining dengan akurasi baik harus dilakukan. Hal ini guna memastikan kita bersama orang-orang yang sehat dan mencegah mereka yang sedang sakit untuk berkumpul di ruang publik.

“Tentunya kita sudah belajar bagaimana bisa tetap produktif tapi tetap terlindungi,” tandas Dokter Reisa.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: