Hanya saja, lanjut Prof. Muhadar, pasal-pasal yang dia sebutkan terakhir norma hukum dan saksi pidananya harus diperbaiki atau diperbarui dengan mencantumkan ancaman sanksi pidana mati.
“Kemudian dibutuhkan komitmen tinggi kepada lembaga-lembaga yang diberi kewenangan, baik penyidik, penuntut maupun hakim, untuk memberantas tipikor dengan menerapkan sanksi pidana mati tersebut,” ujarnya.
Menurut Prof. Muhadar, penerapan hukuman mati bagi koruptor membutuhkan integritas dan sinergitas penegak hukum, baik penyidik tipikor, penuntut, maupun hakim.
“Sinergitas dan kesamaan tujuan penyidik tipikor, penuntut dan hakim komit untuk menerapkan pidana mati bagi terdakwa koruptor untuk kualifikasi kasus-kasus tipikor tertentu yang dilakukan ASN atau pejabat negara atau terhadap subjek hukum lainnya, dengan syarat-syarat yang ketat bahwa penyidik penuntut dan hakim saling koordinasi sinergitas sejak di tingkat penyidikan,” jelasnya.
Dia mengatakan jaksa penuntut bisa saja berpegang pada UU Kekuasaan Kehakiman, tetapi dibutuhkan jaksa penuntut yang memiliki integritas kuat dan berani menuntut pidana mati terhadap koruptor yang melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan pasal lainnya dalam UU Tipikor.
Prof. Muhadar meyakini tuntutan hukuman mati itu bisa dilakukan sebab penyidik, penuntut adalah bagian dari kekuasaan Kehakiman yang menjalankan fungsi peradilan/fungsi yudikatif sebagai bentuk bekerjanya sistem peradilan pidana yang progresif per represif atau represif per progresif dengan mengesampingkan prinsip peradilan pidana terkait penjatuhan sanksi pidana tidak terikat dengan sanksi yang ada. Misalnya Pasal 3 UU Tipikor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: