- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Prospek Bisnis CPO Masih Menggiurkan, Akhir Tahun Nusantara Sawit Sejahtera Masuk Bursa
Setelah IPO, NSS menargetkan dalam lima tahun ke depan atau tahun 2027, sudah memiliki lahan plasma seluas 10 ribu ha, sebanyak 3 PKS dengan kapasitas 180 ton per jam dan 2 PKS dengan kapasitas 90 ton per jam.
Dengan pengembangan kapasitas bisnis ini, tambahnya, produksi tahunan ditargetkan meningkat menjadi di atas 23 ton per ha/tahun, CPO sebanyak 240.000 ton dengan OER sebesar 24 persen. Laba bersih perusahaan diperkirakan akan naik menjadi sekitar Rp 937 miliar pada lima tahun mendatang.
Dia meyakini target ini dapat tercapai karena NSS juga didukung oleh logistik yang unggul, yaitu direct-piping dari pabrik CPO ke pengapalan sejauh 1,5 kilometer yang membuat biaya logistik menjadi rendah. NSS juga memiliki basis pelanggan di dalam negeri yang sangat kuat. Potensi perusahaan meningkatkan penjualan di pasar domestik masih sangat kuat, sedangkan NSS juga sangat berpotensi untuk merambah pasar ekspor.
“Keunggulan NSS dibanding perusahaan yang sama-sama di industri kelapa sawit adalah umur tahaman relatif muda, sehingga akan sangat menjanjikan untuk investasi jangka panjang karena masa produktif tanaman masih panjang,” papar Robiyanto.
Baca Juga: Bidik Rp2 Triliun, Nusantara Sawit Sejahtera Siap Lepas 13,5 Miliar Saham
NSS juga memproduksi kualitas CPO dengan kualitas premium karena memiliki asam lemak bebas di atas 3 persen. Berada pada lokasi premium karena dekat dengan bandara, pelabuhan dan perkebunan. Kemudian, daya distribusi yang rendah tanpa trucking dengan menggunakan direct-piping, serta didukung manajemen yang berpengalaman dan memiliki pemimpin yang sangat berpengalaman serta dapat mengikuti dinamika di sektor sawit.
“Keunggulan sawit dibandingkan minyak nabati lain yang juga menjadi prospek bisnis menjanjikan bagi NSS. Minyak sawit diperkirakan masih akan menguasai pasar minyak nabati dunia di masa mendatang. Hal ini karena CPO lebih efisien dari penggunaan lahan, harga, mengurangi emisi karbon dan mendukung upaya Pemerintah menciptakan lapangan kerja baru,” terangnya.
Dia memaparkan produktivitas tanaman kelapa sawit 3,5 ton per ha, minyak biji rapa 0,81 ton per ha, minyak biji kedelai 0,44 ton/ hektare, minyak biji wijen hanya 0,10 per ha. CPO merupakan minyak nabati paling ekonomis. Jika dibandingkan harganya saat ini Rp14.900 per liter, menurutnya, CPO relatif lebih ekonomis. Jika dibandingkan dengan harga minyak rapa sekitar Rp35.000 per liter dan minyak wijen Rp138 ribu per liter.
“Industri kelapa sawit adalah bisnis padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga keja lebih banyak dibandingkan dengan minyak nabati lain. Untuk 100.000 ha lahan diperlukan 2.000 tenaga kerja,” ujar Robiyanto.*
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri