Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisah Perusahaan Raksasa: Nike, Raja Aparel Olahraga yang Lahir Bukan dengan Cara Instan

Kisah Perusahaan Raksasa: Nike, Raja Aparel Olahraga yang Lahir Bukan dengan Cara Instan Kredit Foto: Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nike adalah salah satu merek sepatu, peralatan olahraga, dan pakaian terbesar dan paling terkenal di dunia. Dengan pamornya tersebut, Nike secara performa tidak tertandingi sehingga ia terdaftar sebagai salah satu perusahaan raksasa Fortune Global 500.

Per 2020, Nike adalah perusahaan raksasa berdasar pendapatan di urutan ke-322 dengan total revenue 39,11 miliar dolar AS. Fortune mencatat, kinerja keuangannya pada tahun itu sangat baik. Contohnya dengan pendapatannya tadi yang tumbuh sekitar 7,5 persen dari tahun sebelumnya.

Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Berawal dari Koperasi, DZ Bank Tumbuh Jadi Bank Besar di Jerman

Sementara itu, yang paling menakjubkan adalah profit atau keuntungan yang dikantongi pada 2020 --di tengah situasi pandemi Covid-19-- meroket 108,4 persen. Hasilnya, laba Nike meningkat menjadi 4,02 miliar dolar dari tahun sebelumnya. Bukan cuma itu, pada gilirannya ia mengelola aset dengan total 23,71 miliar dolar.

Di sisi lain, Forbes, menuliskan nama Nike dalam daftar perusahaan dengan merk (jenama) paling berharga di dunia tahun 2020. Dalam "World's Most Valuable Brands" itu, Nike menempati peringkat ke-13, dengan total nilai jenama (brand value) 39,1 miliar dolar, dengan pertumbuhan dalam setahun sekitar 6 persen. Di kategori apparel, pendapatan jenama itu (brand revenue) di angka 39,3 miliar dolar.

Lantas, bagaimana perjalanannya? Dengan mengutip Success Story, The Street, dan Interesting Engineering, akan diulas kisah perusahaan raksasa Nike dimulai dari awal pembentukannya. 

Nike sebelumnya dikenal sebagai Blue Ribbon Sports (BRS) didirikan tahun 1964 oleh Phil Knight dan Bill Bowerman. Phil Knight adalah pelari jarak menengah yang berasal dari Portland yang dilatih di bawah pelatih atletik Bill Bowerman. Sementara Bowerman sedang mencari cara untuk meningkatkan kinerja muridnya dan mencoba memperbaiki sepatu mereka di waktu luangnya.

Dia mencoba banyak kombinasi yang berbeda tetapi mereka tidak terlalu berhasil. Sementara itu mahasiswanya Phil Knight melanjutkan untuk menyelesaikan MBA di bidang Keuangan dari Universitas Stanford. Di sana ia menulis sebuah tugas yang menyarankan pembuatan sepatu di Jepang yang akan membantu pengecer bersaing dengan merek Jerman yang sudah mapan.

Perusahaan ini awalnya menjabat sebagai distributor AS untuk sepatu lari yang dibuat oleh perusahaan Jepang Onitsuka Tiger (alias Asics). Dia sendiri memutuskan untuk mengimpor sepatu dari Jepang dan menjualnya di daerah setempat.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: