Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPJamsostek, ‘Serum Harapan’ Dan Social Welfare Di Indonesia

BPJamsostek, ‘Serum Harapan’ Dan Social Welfare Di Indonesia Kredit Foto: Taufan Sukma
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anda termasuk pecinta film tentang pahlawan super (superhero)? Atau justru memiliki karakter superhero untuk dijadikan idola? Jika jawabannya adalah ‘iya’, maka boleh jadi Anda familiar dan tidak asing lagi dengan istilah ‘serum’.

Hal ini lantaran dalam jagad film superhero baik keluaran Marvel maupun DC United, keberadaan serum kerap kali dimanfaatkan untuk menjelaskan asal-usul dari kekuatan super yang dimiliki oleh Sang Superhero.

Sebut saja Steve Rogers alias Captain America yang mendapatkan tubuh tegap, kuat serta kemampuan supernya usai mendapatkan suntikan serum super soldier buatan Abraham Erskine, ilmuwan Jerman yang bergabung dalam proyek Strategic Scientific Reserve (SSR) milik pemerintah Amerika Serikat.

Atau juga Bruce Banner, seorang ilmuwan yang secara tidak sengaja menyuntikkan serum super soldier terbaru ke tubuhnya dan ditambah dengan paparan radiasi sinar gamma, sehingga menjadikannya raksasa hijau yang kita kenal dengan sebutan Hulk. Baca Juga: Asik! Peserta BPJamsostek Kini Makin Gampang Ajukan KPR Lewat Aturan ini

Di luar kedua nama tersebut, sebenarnya masih begitu banyak lagi karakter superhero maupun supervillain (musuh dari superhero) yang erat kaitannya dengan penggunaan serum. Misalnya saja karakter Beast dalam rangkaian film X-Men, Lizard dan Green Goblin dalam Amazing Spiderman, hingga Winter Soldier dan Isaiah Bradley dalam semesta kisah Captain America.

Namun dari sekian banyak kisah tentang serum yang berserak di jagad superhero tersebut, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa keberadaan serum merupakan ‘simbol’ dari sebuah keinginan manusia: kekuatan sekaligus harapan!

Serum Harapan

Bergeser dari dunia fiksi superhero ke kehidupan nyata, harapan-harapan serupa pada dasarnya juga banyak tersaji dalam realita sehari-hari. Misalnya saja keluh-kesah khas pekerja kantoran yang gaji telah habis sebelum akhir bulan, relasi ‘panas-dingin’ dengan sesama rekan sekantor, atau juga tuntutan kerja yang demikian menggunung namun tingkat kesejahteraan masih saja pas-pasan meski telah mengabdi belasan hingga puluhan tahun.

“Dengan pengalaman yang sudah puluhan tahun bekerja ‘ikut orang’, pada akhirnya Saya sadar bahwa selagi masih kerja kantoran, (gaji) bulanan masih berharap ke bos, ya problemanya akan ‘begini-begini’ saja. Hasilnya pun juga ‘begini-begini saja’. Makanya biar hidup juga bisa tenteram, di hati juga tenang, akhirnya Saya putuskan untuk resign saja,” ujar Indah Puspa Dewi, seorang pelaku wirausaha dari Bekasi, saat ditemui di rumahnya, Senin (29/11) lalu.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: