Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bukan Cuma Ekonomi Global, Kebijakan Fiskal dan Moneter Diprediksi Kembali Normal di 2022

Bukan Cuma Ekonomi Global, Kebijakan Fiskal dan Moneter Diprediksi Kembali Normal di 2022 Kredit Foto: MAMI
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memproyeksikan ekonomi global akan mulai bergerak ke arah normal pada tahun 2022 mendatang. Tidak hanya ekonomi, berbagai kebijakan fiskal dan moneter juga akan mengalami fase normalisasi.

Director & Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI Katarina Setiawan mengatakan, pandemi di tahun 2020 menyebabkan kontraksi pertumbuhan PDB globalsebesar 3,5%. Setelah mengalami penurunan ekstrem di tahun 2020, PDB global mengalami kenaikan masif dan tumbuh sebesar 5,9% di tahun 2021.

"Kami memperkirakan bahwa ke depannya pertumbuhan ekonomi global akan mulai bergerak ke arah normal. Ini artinya pertumbuhan ekonomi global di tahun 2022 akan lebih rendah dari 2021, namun masih lebih tinggi dari rerata jangka panjangnya," ujarnya Indonesia Market Outlook 2022: Back on the Radar Screen yang diadakan secara daring di Jakarta, Selasa (7/12/2021). Baca Juga: Inggris Pepet ASEAN, Menlu Bilang Asia Tenggara akan Jadi Mesin Ekonomi Global

Setelah menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi di 2021, aktivitas perdagangan global di 2022 diperkirakan akan tumbuh di atas rerata jangka panjang, namun pertumbuhannya tidak setinggi di 2021. Perdagangan global akan ditopang oleh kebutuhan produk dan jasa seiring dengan normalisasi aktivitas ekonomi.

Lebih lanjut kata dia, normalisasi tidak hanya terjadi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada kebijakan moneter dan fiskal. Di sisi kebijakan moneter, seiring era normalisasi ekonomi global, bank sentral dunia juga melakukan penyesuaian arah kebijakan. Suku bunga diperkirakan akan meningkat secara gradual sambil tetap memperhatikan kondisi terkait pandemi.

"Komunikasi dan sinyal bank sentral akan sangat krusial di 2022, terutama di tengah ketidakpastian lonjakan inflasi. Sejauh ini, pasar telah mengantisipasi kenaikan imbal hasil US Treasury dan dua kali kenaikan Fed rate di 2022," paparnya.

Sementara itu, normalisasi di sisi kebijakan fiskal akan berupa pengurangan stimulus-stimulus pandemi secara gradual menuju ke level normal di era pertumbuhan ekonomi yang juga menuju normal. Baca Juga: Mau Naikkan Suku Bunga, The Fed Dibikin Bingung Gejolak Inflasi

Kebijakan fiskal di 2022, baik di kawasan negara maju maupun negara berkembang, tetap akan akomodatif dan lebih tinggi dari rerata jangka panjang, walaupun tidak sebesar tahun 2020 - 2021.

"Pengetatan yang lebih besar akan terjadi di kawasan negara maju, dimana defisit fiskal bisa turun dari 8,8% ke 4,8% PDB, sementara di negara berkembang defisit diperkirakan turun lebih sempit dari 6,6% ke 5,7% PDB," paparnya.

Asia sebagai produsen penting dunia akan sangat berperan dalam pemulihan rantai pasokan global di 2022. Normalisasi pertumbuhan dan perbaikan rantai pasokan global akan berdampak positif pada sektor manufaktur dan pasar finansial Asia.

Pengetatan kebijakan The Fed menjadi tantangan yang harus diperhatikan, namun Asia masih memiliki ruang kebijakan moneter yang lebih longgar, didukung oleh inflasi yang lebih terjaga dan tingkat suku bunga riil yang tinggi sehingga memberi fleksibilitas bagi bank sentral di kawasan ini. 

“Penanganan pandemi di beberapa negara ASEAN yang pada awalnya cenderung relatif lambat membuat pemulihan ekonomi di 2021 belum maksimal, sehingga perbaikan diperkirakan masih akan terus berlanjut di 2022,” jelas Katarina.

Kawasan ASEAN diperkirakan akan menjadi salah satu kawasan yang dapat mencatat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi di 2022 dibanding dengan 2021, berlawanan dengan kawasan lain yang mengalami normalisasi pertumbuhan ekonomi. 

"ASEAN-5, yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand, diprediksi akan mengalami pertumbuhan PDB sebesar 5,8% di 2022, melampaui pertumbuhan PDB negara maju (4,5%), negara berkembang di Eropa (3,6%), dan Amerika Latin (3,0%)," tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: