“Pemakaian aplikasi PeduliLindungi saat masuk dan keluar gereja serta hanya orang dengan status kuning dan hijau yang bisa masuk area gereja/tempat yang difungsikan sebagai gereja. Tak lupa, arus mobilitas jemaat diatur di pintu masuk dan keluar. Jarak antar jemaat diatur satu meter, dengan diberi tanda khusus di lantai atau bangku, juga disiapkan cadangan masker medis,” ujar Pontus.
Surat Edaran juga menyarankan agar jemaat usia 60 tahun ke atas, ibu hamil dan menyusui untuk beribadah di rumah. Disarankan pula tidak mengadakan jamuan makan bersama yang memicu kerumunan.
Pontus menambahkan, pada rohaniwan/pendeta didorong memakai masker dan pelindung wajah saat khotbah. Juga untuk meingatkan jamaah agar patuh prokes dan jaga kesehatan. Para peserta perayaan Natal wajib memakai masker dengan baik dan benar, mereka yang datang ke gereja harus dalam kondisi sehat, suhu tubuh di bawah 37 derajat Celcius, tidak sedang menjalani isolasi mandiri atau tidak baru kembali dari luar daerah.
Kemudian, setiap jemaat disarankan membawa alat keperluan ibadah masing-masing dan menghindari kontak fisik/ bersalaman. “Diharapkan semua pihak, termasuk pemerintah provinsi kabupaten/kota menjalankan Surat Edaran ini sekaligus sosialisasi kepada masyarakat. Patuhi prokes 5M dan tambahkan dengan 1D, yaitu doa,” tandas Pontus.
Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Gomar Gultom, M.Th, sepakat bahwa Surat Edaran yang dikeluarkan Kemenag sangat membantu gereja dalam menjalankan prokes dalam pelaksanaan ibadah Natal. “Surat Edaran itu tidak terlalu asing. Dalam dua tahun terakhir gereja sudah akrab dengan prokes,” ujarnya seraya menambahkan bahwa tahun ini aturan cenderung lebih longgar karena situasi COVID-19 lebih terkendali.
Pdt. Gomar mengatakan, situasi sudah membaik sekarang, namun gereja tetap waspada. Meski demikian dia mengakui dengan kondisi yang sudah membaik, orang-orang mulai kurang menjaga jarak. Pihaknya juga masih selalu menekankan kepada jemaat, pentingnya mencuci tangan dan mewajibkan memakai masker.
Dia tak memungkiri di kawasan pedesaan, warga banyak yang belum akrab dengan pendekatan ibadah virtual selain adanya kendala sinyal. “Untuk itu kami mendorong para pimpinan gereja untuk selalu mengingatkan pentingnya prokes, menjaga jarak dan memakai masker. Atau ibadah sebaiknya dipecah menjadi beberapa kali agar jumlah jemaat tidak menumpuk,” ujar Pdt. Gomar.
Ia juga menyarankan, anak-anak, orang tua/lansia yang belum mendapatkan vaksinasi disarankan melakukan ibadah di rumah/secara virtual. Gereja-gereja, kata Pdt. Gomar, sudah dilengkapi pengukur suhu, tempat cuci tangan/hand sanitizer di pintu masuk. “Yang jadi masalah memang gereja di pedesaan belum semua terhubung dengan aplikasi PeduliLindungi. Hal ini terus kita kampanyekan agar jemaat patuh prokes.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: