Soal aturan pembatasan operasional, ibadah Natal umumnya selesai sebelum jam 22.00. Yang biasanya dilakukan tengah malam pada 31 Desember adalah tradisi umat Kristen yang dilakukan di rumah masing-masing. Jadi imbauan Kemenag rasanya tidak sulit untuk dipatuhi,” ujar Pdt. Gomar Gultom.
Pdt. Gomar meyakini, tahun ini tidak terjadi klaster Natal karena gereja-gereja sudah lebih memahami protokol kesehatan. Ia berharap, suka cita Natal tidak berkurang pada saat pandemi. “Karena justru pandemi adalah kesempatan untuk melantangkan cinta kasih, serta melatih diri, mengosongkan diri,” ujarnya.
Mengosongkan diri, ia menjelaskan, artinya kalau biasanya ada kebiasaan dan harapan pada saat Natal, maka saat ini dapat dikorbankan dulu demi kemaslahatan orang banyak, demi kehidupan dan kesehatan.
Ia mengimbau masyarakat untuk terus disiplin prokes dan bersedia divaksinasi, sebagai panggilan dari iman untuk menyelamatkan kehidupan. “Dan Natal adalah upaya menyelamatkan kehidupan,” tandasnya.
Kesempatan sama, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas COVID-19, Dr. Sonny Harry B Harmadi menambahkan, sejak awal Iman, Aman dan Imun merupakan pendekatan yang disampaikan dalam mengendalikan pandemi. “Iman menjadi hal sangat penting. Masyarakat indonesia itu spiritualis, dan ini sebagai pilar pertama dan utama dalam menghadapi pandemi, karena sejatinya pandemi bukan hanya berdampak pada fisik namun juga mental. Dan yang menguatkan mental tentu saja iman,” ujarnya.
Sonny menyampaikan, tempat ibadah dan tokoh agama adalah ruang dan sumber belajar bagi masyarakat. “Rumah ibadah bukan sekadar dilihat sebagai potensi klaster, namun tempat ibadah dan tokoh agama harus dilihat sebagai ruang dan sumber belajar utama. Saat perayaan hari besar keagamaan atau pelaksanaan ibadah, para tokoh agama bisa memberikan edukasi masyarakat cara mencegah COVID-19, pentingnya vaksinasi, prokes 3M, 3T dan sebagainya,” bebernya.
Dibutuhkan kebersamaan untuk mengatasi pandemi dan bisa menjadi sarana edukasi bahwa pandemi belum berakhir sehingga diperlukan sikap hati-hati. Sonny mengingatkan, pada tahun lalu, terjadi peningkatan kasus hampir 4 kali lipat dalam 13 minggu, terutama karena meningkatnya mobilitas, penurunan kepatuhan prokes, dan belum ada vaksinasi.
Meski Nataru kali ini berbeda dengan tahun lalu, Sonny mendorong semua pihak tetap disiplin dan konsisten dalam kepatuhan prokes. “Tokoh agama harus jadi panutan, gunakan aplikasi PeduliLindungi sebagai skrining penerapan prokes digital. Inilah pentingnya ada satgas di setiap institusi gereja,” tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: