Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Refleksi Akhir Tahun 2021, Kedaulatan Maritim Indonesia: Impian atau Kenyataan?

Refleksi Akhir Tahun 2021, Kedaulatan Maritim Indonesia: Impian atau Kenyataan? Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat

Hal lain yang menjadi perhatian dari Capt. Hakeng adalah kekurangdispilinan dari pelaksana atau kru kapal dan pelabuhan. Misalnya, terkait jumlah crew manifest di kapal yang tidak sebanding atau presisi. "Tak adanya crew manifest dengan jumlah yang presisi kerap kali pula menghambat proses penyelamatan dan penyelidikan sebab kecelakaan kapal. Karena itu, hal ini perlu mendapat perhatian serius pula," tegasnya.

Alasan yang sering muncul ke permukaan dan sering diucapkan oleh operator adalah mengenai waktu di pelabuhan yang ketat dan pendek. "Sering kali saat kapal berangkat, kendaraan tidak diikat (lashing). Itu jadi potensi bergeraknya muatan di atas kapal sehingga itu mengubah stabilitas kapal secara drastis. Saya melalui AKKMI mengusulkan agar dibuat waktu sandar kapal yang ideal di tiap-tiap pelabuhan sehingga tidak ada lagi alasan para pihak untuk tidak mengikuti peraturan yang telah ada," sarannya.

Baca Juga: Belasan Jenazah WNI Korban Kapal Tenggelam di Malaysia Dipulangkan

Hal lain yang patut disayangkan adalah dengan adanya pembiaran truk-truk ODOL yang masuk ke dalam kapal-kapal ASDP. "Keadaan seperti itu patut dicermati sebagai salah satu aspek utama. Hal tersebut menyebabkan perhitungan stabilitas kapal menjadi tidak dapat dilakukan dengan baik karena hal tersebut mengakibatkan beban berlebihan yang disebabkan oleh truk-truk tersebut," tegasnya.

Teknologi Kapal Tanpa Awak

Di tahun 2021 ini pula banyak pihak yang membicarakan soal kehadiran kapal tanpa awak atau Marine Autonomous Surface Ships (MASS). Menurut dia, penerapan MASS di Indonesia harus dipikirkan matang-matang.

"Saya tegaskan bahwa saya bukan anti terhadap kemajuan teknologi kapal laut. Namun, sebelum diterapkan sepenuhnya, tentunya diperlukan kajian yang mendalam. Apalagi Indonesia sebagai negara Maritim dengan garis pantai terpanjang di dunia. Oleh karena itu, Indonesia tidak boleh berdiam diri, terutama bila teknologi yang dikembangkan dan hendak diterapkan masih berkaitan erat dengan keselamatan dan kemanan pelayaran,"tegasnya.

Kehadiran MASS secara tidak langsung akan menggusur keberadaan dari nahkoda dan anak buah kapal. Padahal, jumlah pelaut di Indonesia saat ini masih begitu banyak, ada hampir 1,2 juta Pelaut Indonesia baik yang bekerja di kapal niaga maupun kapal perikanan. Dari jumlah tersebut, ILO (International Labour Organization) mencatat bahwa Indonesia adalah penyuplai pekerja perikanan No. 1 di Dunia.

Penerimaan negara dari Pelaut juga tidak bisa dikatakan sedikit. Tercatat potensi penerimaan devisa negara dari Pelaut Indonesia di luar negeri yang bisa mencapai sekitar Rp151,2 triliun setahun.

"Kehadiran MASS bisa mengakibatkan munculnya masalah terhadap pengurangan tenaga kerja di sektor kemaritiman. Indonesia akan dihadapkan pada persoalan masa depan, yaitu bonus demografi pada 2030. Artinya, jumlah usia produktif komposisinya akan jauh lebih besar. Indonesia perlu solusi untuk mengantisipasi bonus demografi ini dengan peningkatan lapangan kerja bukan malah menciptakan banyak aplikasi yang akan berimbas pada berkurangnya lapangan pekerjaan. Penting saya ingatkan, jangan sampai bonus demografi yang kita miliki malah menjadi bencana demografi," paparnya.

Pelaut Harus Paham Hukum Maritim

Sumber daya manusia di bidang transportasi laut harus terus ditingkatkan terutama berkaitan dengan aspek hukum kemaritiman. Indonesia sebagai negara maritim dan pelautnya banyak yang bekerja pula di kapal-kapal asing. Maka tidak jarang pula, beberapa kali Indonesia mendapatkan masalah dari performa pelaut Indonesia yang bekerja di kapal asing. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya dampak buruk atas citra pelaut Indonesia khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.

"Tidak semua pelaut memahami aturan terkait hukum maritim, kepabeanan, imigrasi, dan konservasi sehingga tanpa disadari ada tindakan yang berpotensi masuk ke dalam ranah hukum pidana yang ada di setiap negara," katanya.

Para pelaut sudah seharusnya memahami Hukum Maritim (Maritime Law) yang berlaku. Ada dua penggolongan Hukum Maritim, yakni Hukum Maritim Nasional dan Hukum Maritim Internasional, sebut Capt. Hakeng. Hukum Maritim Nasional adalah adalah Hukum Maritim yang diberlakukan secara Nasional dalam suatu negara, sedangkan Hukum Maritim Internasional adalah hukum maritim yang diberlakukan secara Internasional sebagai bagian dari hukum antar Bangsa/Negara.

Ditambahkan Capt. Hakeng, tujuan Hukum Maritim itu adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia dalam masyarakat maritim supaya kepentingannya tidak dapat diganggu. Kemudian, setiap kasus yang menyangkut kemaritiman diselesaikan berdasarkan hukum maritim yang berlaku.

"Para pelaut harus selalu ingat bahwa kita adalah citra bangsa Indonesia di mata bangsa lain ketika kita sedang bekerja di luar negeri. Karenanya, ketika melakukan kegiatan apapun jangan hanya memikirkan diri sendiri, tapi pikirkan efeknya bagi saudara-saudara  kita lainnya. Pahami hukum maritim yang berlaku di negara manapun yang berlaku."

"Masih tersisa beberapa hari lagi sebelum berakhirnya tahun 2021, semoga di sisa hari ini dapat kita lewati bersama dengan penuh kegemilangan sehingga kita bisa menatap tahun 2022 dengan penuh rasa optimis dan kita semua bisa bekerja bersama memperbaiki dunia Maritim Indonesia sehingga Cita-Cita luhur Bangsa Indonesia untuk kembali menjadi Negara Maritim dan menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia bisa segera tercapai," pungkasnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: