Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ramalan Ini Bikin BMKG Nyalakan Alarm, Selat Sunda dalam Bahaya!

Ramalan Ini Bikin BMKG Nyalakan Alarm, Selat Sunda dalam Bahaya! Kredit Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Meteorlogi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat untuk beradaptasi dengan fenomena alam seperti gempa, tsunami, dan erupsi di Selat Sunda, Banten.

Peneliti ahli madya BMKG, Mohamad Ramdhan, mengatakan adaptasi menjadi penting lantaran Selat Sunda memiliki potensi gempa maksimal magnitudo (M) 8,7 dengan potensi tsunami hingga 20 meter.

Baca Juga: Catat! BMKG Prediksi Ada Potensi Peningkatan Curah Hujan Tiga Hari Kedepan

"Seandainya terjadi kita harus siap, gempa bumi, tsunami dan erupsi untuk memikirkan bagaimana beradaptasi," ujar Ramdhan dalam keterangannya, Jumat (21/1).

Menurut dia, gempa yang terjadi di Kabupaten Pandeglang M 6,6 pada Jumat (14/1) merupakan "foreschock" atau energi yang dirilis sedikit-sedikit sebelum "main schok" atau energi maksimal gempa.

Menurut kajian BMKG, Pulau Sumatra hingga Jawa bagian barat pergeseran lempeng terdapat banyak sumber gempa yang dapat menjadi ancaman.

Sebab, sumber gempa selain dari zona subduksi, sesar Sumatra dan sesar yang ada di Jawa.

Selain itu, longsoran Gunung Krakatau telah mengakibatkan tsunami pada 2018 dan paling fenomenal dengan ketinggian lebih dari 30 meter akibat erupsi 1883.

"Jawa bagian barat ada ibu kota, penduduk tinggi, daerah wisata. Tugas kita semua meningkatkan kesiapsiagaan kita meningkatkan adaptasi dengan fenomena alam," kata dia.

Ramadhan menjelaskan, dibandingkan dengan gempa di Malang M6,0, karakter gempa Banten terbilang merusak.

Sebab terjadi selama lebih dari 12 detik dan menurut pengalaman di lapangan menyebabkan 3.000 lebih rumah rusak.

Gempa Banten tidak menghasilkan tsunami, karena tidak cukup kuat energinya untuk menghasilkan deformasi signifikan di permukaan bawah laut.

"Gempa Selat Sunda, menurut BMKG, terjadi di zona subduksi, masih kita diskusikan lagi di zona interplate atau transisi, karena selain kedalamannya menengah, karakternya antara keduanya," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: