Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dampak Kebijakan DMO, DPO, dan HET Minyak Goreng bagi Pengusaha dan Petani

Dampak Kebijakan DMO, DPO, dan HET Minyak Goreng bagi Pengusaha dan Petani Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai, kebijakan domestic price obligation (DPO) minyak sawit dalam negeri khusus bahan baku minyak goreng tidak akan terlalu bermasalah jika berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

"Seharusnya kalau berjalan sesuai dengan yang diharapkan tidak terlalu masalah sebab yang terkena DMO dan DPO kan eksportir CPO dan eksportir olein," ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, kepada Warta Ekonomi, Senin (31/1/2022).

Baca Juga: Kebijakan DMO, DPO, dan HET Minyak Goreng Diharapkan Tidak Menekan Hulu Terlalu Dalam

Edi mengungkapkan, ada beberapa hal yang akan berdampak negatif terhadap harga tandan buah segar (TBS) sawit petani yang akan turun. Sebagaimana diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Kamis (27/1/2022) mengeluarkan kebijakan domestic price obligation (DMO) minyak sawit sebesar 20 persen dari total volume ekspor. 

Kebijakan itu ditempuh demi memastikan pasokan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng dalam negeri tercukupi.

DMO CPO diikuti dengan kebijakan DPO, di mana pasokan minyak sawit yang terkena DMO dipatok lebih rendah dari harga internasional, yakni Rp9.300 per kg untuk CPO dan Rp10.300 per liter untuk olein atau setara 655 dolar AS per ton; lebih rendah dari harga pasar saat ini yang lebih dari 1.300 dolar AS per ton.

"Contoh kejadian Jumat lalu walaupun akhirnya tidak terjadi perdagangan di KPBN, para pembeli CPO menawar jauh di bawah bahkan ada yang menawar dengan harga 8.000. Ini akan berdampak pada harga TBS petani dan kenyataannya terjadi harga TBS petani drop sampai Rp750," ujarnya.

Catatan tersebut turun cukup dalam dibandingkan dengan tender pada Kamis (27/1/2022) di mana harga CPO kala itu hingga Rp15.300, sementara untuk TBS sebesar Rp3.000 hingga Rp3.500.

"Setelah pengumuman kebijakan hari Kamis penawaran tertinggi Rp11.000 bahkan ada yang menawar Rp8.000, harga TBS petani langsung anjlok Rp750 bahkan ada yang turun sampai Rp1.000 rupiah," jelasnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: