Sementara itu, pedagang mie ayam di bilangan Jakarta Selatan, Nur (32) mengatakan kebijakan tersebut membuat warung makannya tidak perlu menaikkan harga menu yang ada.
"Alhamdullilah, soalnya kalau minyak mahal kan ngaruh juga sama pendapatan kami," ujar Nur saat ditemui.
Meskipun murah, namun untuk mendapatkan minyak tersebut harus mengeluarkan usaha. Pasalnya sejak dikeluarkannya kebijakan tersebut, minimarket diserbu masyarakat untuk mendapatkan minyak.
"Beli di Indomaret antrenya panjang cuma buat beli minyak goreng," ungkapnya.
Skema Penyaluran
Skema yang digunakan untuk minyak goreng satu harga dengan menggunakan subsidi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) perlu diperhatikan efektivitasnya.
"Kalau dilakukan selama enam bulan, apakah ini akan efektif mengendalikan kenaikkan harga minyak goreng karena sejauh ini tren harga CPO di pasar internasional terjadi kenaikan hingga 60 persen dibandingkan tahun sebelumnya," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira.Melihat tren satu tahun terakhir, harga CPO yang melonjak hingga 60 persen kemungkinan besar akan berlanjut hingga akhir 2022.
Dengan begitu, pemerintah tentunya harus memikirkan lebih lanjut terkait skema yang akan dipakai guna menekan harga minyak tetap stabil.
"Jadi, enam bulan enggak cukup harusnya ada kepastian selama satu tahun ke depan, kalau mau buat kebijakan ini dan anggarannya tentu enggak bisa memang dari BPDPKS, tetapi harus dari APBN," ujarnya.
Selain itu, Bhima mengatakan yang perlu diperhatikan adalah dari sisi mekanisme pengawasannya. Karena dengan alokasi minyak goreng yang terbatas untuk satu harga ini atau kemasan khusus dikhawatirkan akan tidak cukup atau habis.
"Dikhawatirkan di pasarannya bisa habis gitu karena jumlah permintaannya sangat tinggi sementara juga kita lihat bagaimana pengawasan terkait dengan disparitas antara harga di daerah Jawa dengan di luar Jawa misalnya karena masih terjadi disparitas kan saat ini," ungkapnya.
Disparitas tersebut terlihat mulai dari biaya transportasi atau distribusi, jadi pemerintah harus memikirkan agar disparitas tersebut bisa sama.
"Itu pengawasannya perlu dijelaskan kepada publik sehingga publik bisa bantu mengawasi, masyarakat bisa bantu mengawasi," ujar Bhima.
Bhima melanjutkan, subsidi yang diberikan jika dilihat lebih dalam maka pemerintah memberikan subsidi kepada swasta bukan langsung kepada masyarakat sebagai penerima akhir.
"Maka di sini perlu adanya transparansi subsidi ini kepada swasta dan juga lebih akuntabilitasnya terjaga sehingga betul-betul subsidinya tepat sasaran," tutupnya.
Sementara itu, pengamat Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan kebijakan tersebut seharusnya dapat membantu beragam kelompok masyarakat. Namun, tantangannya memang kepada pengawasan masyarakat yang membeli minyak goreng di ritel modern tersebut.
"Menurut saya untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan penguasaha ritel modern bisa bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk ditempatkan di masing-masing ritel modern tersebut," ujar Yusuf saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Sabtu (22/1/2022).
Yusuf mengatakan, kerja sama tersebut setidaknya secara psikologis ini bisa sedikit menekan oknum masyarakat yang berniat menimbun minyak goreng tersebut.
Selain itu, Yusuf menyebut pemerintah juga bisa memberikan semacam blacklist kepada oknum masyarakat yang ternyata ketahuan dalam melakukan penimbunan minyak goreng itu sendiri.
"Untuk bisa sampai ke sana, melibatkan administrasi pemerintahan di level paling bawah seperti RT dan juga RW," ujarnya.
Penyaluran Pasar Tradisional
Sekretaris Jenderal Ikappi Reynaldi Sarijowan meminta pemerintah untuk memberikan kompensasi kepada pedagang pasar yang masih memiliki stok minyak goreng lama.
"Kami minta juga kepada pemerintah untuk memberikan kompensasi kalau di ritel diberikan kompensasi dengan stok yang lama, maka stok yang lama di pasar tradisional hari ini juga harus diberikan kompensasi," ujar Reynald saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (26/1/2022).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti