Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyampaikan, berdasarkan pemantauan di 34 provinsi, setidaknya terdapat tiga fenomena harga minyak goreng yang melambung tinggi di masyarakat.
Melansir laman resmi Ombudsman pada Rabu (9/2/2022), tiga fenomena yang dimaksud yakni aksi penimbunan stok minyak goreng, adanya perilaku pengalihan barang dari pasar modern ke pasar tradisional, serta munculnya panic buying dari masyarakat.
Baca Juga: Bukan Karena Biodiesel, Harga Minyak Goreng Tinggi Karena Hal Ini
Dalam Permendag No 6/2022, HET minyak goreng diatur dengan rincian minyak goreng curah sebesar Rp11.500/liter, kemasan sederhana sebesar Rp13.500/liter, dan kemasan premium sebesar Rp14.000/liter. Kebijakan HET ini mulai berlaku sejak 1 Februari 2022 dan sekaligus mencabut Permendag No 3/2022.
"Adanya masyarakat yang sulit mendapatkan minyak goreng dengan harga sesuai regulasi memang bisa terjadi karena ada delay (keterlambatan) antara penetapan regulasi dengan pelaksanaan di lapangan karena melibatkan kesiapan produsen dalam melakukan distribusi," jelas Yeka.
Terkait hal ini, Yeka menyampaikan beberapa masukan kepada Pemerintah yakni membentuk satuan tugas untuk menangani keluhan masyarakat terkait sulitnya mengakses minyak goreng dengan harga sesuai HET.
Kemudian, Yeka juga membuka wacana kemungkinan dibukanya kesempatan bagi BUMN untuk menangani 10-15 persen kebutuhan pasar terhadap minyak goreng.
Di akhir diskusi, Yeka menyampaikan beberapa poin penting yakni Ombudsman mendorong Pemerintah agar crude palm oil (CPO) diprioritaskan untuk produksi minyak goreng.
Kemudian Ombudsman mendorong Pemerintah agar memastikan pengawasan terhadap produsen dalam mematuhi ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: