Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ukraina-Rusia Memanas, Pasar Finansial Indonesia Aman?

Ukraina-Rusia Memanas, Pasar Finansial Indonesia Aman? Kredit Foto: REUTERS/Edgar Su
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menyampaikan pandangannya mengenai dampak ketegangan antara Ukraina dan Rusia terhadap pasar finansial global dan Indonesia setelah pada Kamis, 24 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin menginstruksikan operasi militer di Ukraina Timur.

Tiga hari sebelumnya, Putin mengakui dua wilayah separatis, Donetsk dan Luhansk, sebagai negara merdeka. Tindakan tersebut telah direspons dengan sanksi baru dari negara-negara barat terhadap bank-bank dan elite Rusia.

Baca Juga: Pasar Saham Luluh Lantak Gara-Gara Putin Nyatakan Perang Rusia-Ukraina: Jangan Ikut Campur!

"Pasar langsung menunjukkan reaksi negatif. Indeks pasar keuangan di berbagai negara menunjukkan penurunan. Harga minyak dan emas mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena Rusia merupakan salah satu pengekspor energi, produk pertanian, dan logam terbesar di dunia," kata Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist MAMI, dalam keterangan tertulis di Jakarta, dikutip Jumat (25/2/2022).

Dia melanjutkan, peningkatan ketegangan diprediksi akan memicu kenaikan harga energi dan berbagai komoditas serta nilai tukar dolar AS yang akan berdampak pada peningkatan inflasi. Efek domino dari peningkatan inflasi di tengah tingginya angka inflasi global akhir-akhir ialah memicu terjadinya kenaikan imbal hasil US Treasury yang akan berdampak terhadap pasar finansial dunia, jelasnya.

Lebih lanjut Katarina menjelaskan bahwa berdasarkan pengalaman sebelumnya, dampak perang terhadap perekonomian akan berbeda-beda. Beberapa faktor yang memengaruhi besar kecilnya dampak perang terhadap pasar, yaitu negara yang terlibat dalam peperangan, skala dan periode perang, serta kondisi perekonomian negara-negara yang terlibat dan kawasan konflik. Sebagai contoh, perang dunia kedua (PD II) memiliki dampak yang jauh lebih besar dibandingkan perang di Siria pada 2017. Sebab, PD II melibatkan banyak negara dan berlangsung dalam periode yang panjang.

"Dibandingkan perang dunia kedua, ketegangan antara Rusia dengan Ukraina lebih terbatas dari segi wilayah sehingga dampaknya diprediksi akan relatif terbatas. Biasanya, dampak terhadap pasar finansial akan lebih singkat dibandingkan dampak terhadap perekonomian. Ketika Korea Utara melakukan invasi ke Korea Selatan selama tiga tahun, sejak 25 Juni 1950 hingga 27 Juli 1953, dalam 23 hari pasar finansial global turun sampai ke titik terendah, tetapi kemudian kembali pulih dalam 82 hari," ujar Katarina. 

Katarina juga menjelaskan dampak ketegangan Rusia dan Ukraina terhadap Asia dan Indonesia, "Kawasan Asia memiliki tingkat inflasi yang jauh lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat sehingga inflasi masih akan tetap berada dalam kisaran yang terkendali di tengah dampak kenaikan harga energi dan berbagai komoditas."

Dia menjelaskan, perekonomian dan pasar finansial Indonesia akan relatif lebih terinsulasi dari dampak konflik Rusia dan Ukraina. Inflasi Indonesia yang masih relatif rendah, pada kisaran 2,18%, diperkirakan akan tetap terjaga di bawah 4%-yang merupakan rentang atas acuan Bank Indonesia.

"Selain itu, sebagai negara produsen dan eksportir energi, komoditas, dan logam terkemuka di dunia, Indonesia juga diuntungkan dari kenaikan harga produk-produk tersebut. Fundamental perekonomian Indonesia yang kuat, antara lain ditunjukkan dengan surplus neraca transaksi berjalan, peningkatan cadangan devisa, nilai tukar rupiah yang stabil, dan perbaikan pertumbuhan ekonomi, membuat Indonesia lebih resilien menghadapi goncangan jangka pendek dari ketegangan geopolitik ini," jelas Katarina.

Kembali melihat sejarah, bank sentral biasanya menahan diri dari menaikkan suku bunga secara berlebihan selama periode perang dan lebih memilih untuk mengendalikan inflasi dengan gabungan cara-cara lain. The Fed akan tetap data-dependent dalam mengambil keputusan.

Di tengah kondisi pasar yang fluktuatif, investor disarankan untuk melakukan diversifikasi portofolio pada produk-produk reksa dana yang dikelola secara aktif. "Situasi masih sangat cair dan risiko geopolitik dapat mendominasi sentimen pasar dalam jangka pendek. Portofolio yang terdiversifikasi dan dikelola secara aktif dapat menjadi pilihan untuk melindungi investasi dari inflasi serta volatilitas yang tinggi yang dipicu ketegangan geopolitik dalam jangka pendek," tutup Katarina.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: