- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Penguatan Sistem Agribisnis Kelapa Sawit Rakyat Berbasis Koperasi
Oleh: Fadel Muhammad, Wakil Ketua MPR RI/Founder dan Presiden Komisaris Warta Ekonomi
Ada beberapa penyebab kenaikan harga di dalam negeri, diantaranya; 1. melonjaknya harga CPO di pasar Global, 2. meningkatnya bahan baku untuk biodiesel dalam rangka program B30, 3. penrunan produksi dampak covid-19 dan pengaruh cuaca, dan 4. yang turut memicu kenaikan harga CPO adalah kenaikan harga komoditas energi, seperti minyak mentah, gas, dan batu bara. Semakin mahalnya harga komoditas energi tersebut mendorong terjadinya substitusi energi fosil dengan menggunakan sumber energi yang berasal dari biofuel.
Untuk selanjutnya kita tidak membahas penyebab terjadinya kenaikan harga, hal yang sangat penting untuk dibahas adalah tidaklah fair membebankan kenaikan harga pasar global kepada konsumen dalam negeri. Ibaratnya “seperti tikus mati di lumbung pangan”, ini tidak boleh terjadi, pemerintah harus ambil tindakan, kepentingan nasional lebih diutamakan, karena permasalahan yang timbul berdampak kepada IPOLEKSOSBUD HANKAM.
Kita mengapresiasi langkah-langkah kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah ini; 1. menetapkan Domestik Market Obligation (DMO), 20 % dari total volume ekpor perusahan minyak goreng wajib memasok untuk kepentingan dalam negeri, 2. menetapkan Domestic Price Obligation (DPO), menetapkan harga CPO Rp 9.300/kg dan dengan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 6/tahun 2002 menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), untuk minyak goreng curah Rp 11.500/liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500/l, minyak goreng kemasan premium Rp 14.000,-/l , 3. memberikan subsidi minyak goring kemasan, dan 4. melakukan check and recheck gudang distributor oleh aparat kepolisian apakah ada penimbunan.
Kebijakan ini hanya bersifat jangka pendek dan simptomatik, yang kita pertanyakan; 1). bagaimana langkah selanjutnya, tidak lama lagi kita akan menghdapai bulan ramadahan dan hari raya idul fitri, dan 2). bagaimana pengawasannya agar efektif dan efisien.
Selanjutnya kita jangan terpukau kepada masalah kelangkaan dan kenaikan harga, hal yang sangat penting dan subtantif adalah bagaimana kita memperkuat posisi perkebunan sawit rakyat yang luasnya menurut catatan GAPKI sudah mencapai 6.4 juta Ha (41 %) untuk fokus memenuhi kebutuhan minyak goreng sawit dalam negeri.
Berdasarkan hasil studi masalah utama perkebunan sawait rakyat adalah produktifitas rendah, karena tidak ada pengawalan dan pendampingan penyuluh dan Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP) berupa koperasi di tingkat kecamatan yang memberikan pelayanan prima kepada pekebun mulai dari penyedian bibit bermutu dan bersertifikat/label, pupuk, alsintan, permodalan, dan pembelian produksi pekebun dengan harga layak dalam kawasan skala ekonomi 1600 -3200 Ha.
Memperkuat peran koperasi, dari aspek mangemen, pengurus kompetensi managerial, lederaship, enterprenuership dan teknis bagi pengurus dengan merecruit tenaga muda millenial yang profesional. Penguatan modal melalui KUR, paling tidak untuk di 26 propinsi penghasil kelapa sawit yang tersebar di beberapa kabupaten.
Kemenko Perekonomian dan kementrian terkait yang terdiri Pertanian,Koperasi, dan Perdagangan serta Pemerintah Daerah membuat piloting di enam propinsi sentra sawit (Riau, Sumut, Kalbar, Kalteng, Sulsel, dan Papua Barat), dengan membangun sistem agaribisnis di kawasan perkebunan sawit rakyat. Penguataan sistem agribisnis di Kawasan Perkebunan Sawit Rakyat disini adalah harus ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab di hulu, tengah, hilir, bagaimana interkonesinya, dan siapa derigentnya sehingga terjadi integrasi dan sinergi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: