Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kinerja Unit Link Disebut Relatif di Bawah Standar: Bisa Berdampak pada Pengembangan Asuransi di RI

Kinerja Unit Link Disebut Relatif di Bawah Standar: Bisa Berdampak pada Pengembangan Asuransi di RI Kredit Foto: Imamatul Silfia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pertumbuhan produk unit link di Indonesia disebut terbilang cukup tinggi dengan kontribusi premi hampir 50% dari total pendapatan premi asuransi jiwa secara keseluruhan. Akan tetapi, kinerja investasi dari produk unit link belakangan relatif di bawah performa benchmark IHSG dan ICHI. Bila tren ini terus belanjut, pada akhirnya akan berdampak para pengembangan sektor asuransi di dalam negeri.

"Kalau tren terus berlanjut, bukan tidak mungkin future customers atau investors lebih memilih produk tradisional asuransi dan produk investasi secara terpisah, tidak dalam bentuk produk unit link," kata Reza Yamora Siregar, Head/Senior Executive Vice President IFG Progress, saat Editors Gathering IFG Progress di Graha CIMB Niaga, Jakarta Selatan, Senin (7/3/2022).

Baca Juga: Kinerja Industri Asuransi Umum RI Underdeveloped, IFG Progress: Terlalu Bergantung pada Makroekonomi

IFG Progress mencatat jumlah pemegang polis unit link di Indonesia mencapai 5,9 juta jiwa atau sekitar 38% dari total polis individual asuransi jiwa secara keseluruhan. Besarnya minat ini perlu diimbangi dengan pengembangan dan perbaikan pada produk unit link secara keseluruhan. Pasalnya, IFG Progress menilai, pengembangan produk unit link merupakan bagian penting dari masa depan sektor asuransi.

Reza menjelaskan terdapat empat risiko utama yang perlu dipahami nasabah terkait investasi unit link, yaitu risiko asuransi, risiko investasi, risiko likuiditas, dan risiko operasional.

Risiko asuransi adalah risiko kegagalan perusahaan asuransi untuk memenuhi kewajiban terhadap nasabah. Kemudian, risiko investasi adalah risiko terjadinya penurunan harga instrument investasi.

Risiko investasi ini terbagi menjadi dua macam yaitu risiko pasar dan risiko kredit. Risiko pasar disebabkan oleh kondisi makro ekonomi yang kurang kondusif yang mengakibatkan penurunan harga instrument investasi. Sedangkan risiko kredit berkaitan dengan kemampuan pihak lain dalam membayar kewajiban terhadap perusahaan asuransi. 

Selanjutnya adalah risiko likuiditas. Risiko ini terjadi apabila aset investasi tidak dapat dikonversikan menjadi uang tunai dengan segera pada harga yang sesuai. Risiko likuiditas dapat dibagi menjadi dua yaitu risiko arus kas dan risiko likuiditas pasar.

Terakhir, risiko operasional yang bersumber baik dari proses internal perusahaan maupun faktor eksternal. Risiko operasional biasanya dapat disebabkan oleh human error atau kegagalan sistem. Sebagai contoh kemungkinan terjadinya kesalahan input dalam mengalokasikan dana investasi yang sudah dipilih nasabah ke jenis dana investasi lainnya.

Informasi-informasi tersebut, termasuk pemahaman mengenai struktur biaya, potensi skenario risiko dan hasil investasi, wajib dijelaskan oleh pihak agen asuransi dan dipahami oleh calon pemegang polis unit link. Oleh karena itu, Reza menilai perlu adanya peningkatan standar dan pengetatan proses kualifikasi untuk dapat menjadi bagian dari unit atau agen pemasaran dari produk asuransi unit link.

Baca Juga: IFG dan Kejaksaan Agung Bersinergi Tingkatan Kompetensi dalam Kegiatan Pasar Modal

"Pengawasan secara berkala pada kinerja produk unit link dan evaluasi dari kebijakan yang ada juga menjadi bagian penting dari pengembangan produk unit link secara spesifik dan industri asuransi jiwa pada umumnya," tutup dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: