Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Industri Farmasi Sumbang Impor Terbesar, Pemerintah Mau Pangkas Hingga 35%

Industri Farmasi Sumbang Impor Terbesar, Pemerintah Mau Pangkas Hingga 35% Kredit Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya menekan impor bahan baku industri. Salah satunya menetapkan kebijakan program substitusi impor 35% tahun ini.

Plt Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian Ignasius Warsito menargetkan program tersebut dapat tarcapai hingga penghujung tahun ini.

Dengan kontribusi sektor Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) mencapai 60%."Kami akan melakukan justifikasi terhadap yang ada di sektor, khususnya sektor produk hilir IKFT. Kami akan kalkulasi lagi, sehingga pada akhir 2022 bisa mendapatkan angka 35%," Kata Warsito di Jakarta, kemarin.

Menurutnya program substitusi impor 35% yang dicanangkan Kemenperin bertujuan untuk memperdalam struktur industri dalam negeri dari hulu ke hilir.

Warsito mengatakan kebijakan substitusi impor ini tidak hanya bicara menurunkan importasinya. Yang lebih penting adalah bagaimana kita menciptakan rantai pasok sekaligus memperdalam struktur industrinya.

Dia mengakui, kebijakan substitusi impor di tengah kondisi saat ini memiliki tantangan yang harus diatasi bersama. Terlebih, proyek-proyek investasi besar industri kimia hulu dan petrokimia sudah ada di Indonesia.

Namun implementasinya terhambat pandemi Covid-19 dan perang dagang. “Untuk itu, melalui kebijakan substitusi impor 35%, Kemenperin ingin memastikan bahwa investasi sektor petrokimia dapat berjalan sesuai dengan jadwalnya,”Ujarnya.

Hal lain yang juga dilakukan untuk mencapai target tersebut adalah penerapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib yang perlu dilihat secara komprehensif.

Warsito menegaskan, angka 35% bukan sekadar menurunkan volume impor produk industri, namun lebih kepada bagaimana menarik investasi untuk produk industri yang selama ini masih diimpor.

Selain itu, program tersebut juga akan mendorong serapan tenaga kerja di dalam negeri. "Dibutuhkan juga penerapan beberapa instrumen perdagangan. Misalnya larangan terbatas (Lartas), supaya bisa menghambat produk hilir impor yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri untuk masuk,"pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Bagikan Artikel: