Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Krisis Pangan Mengintai Indonesia, Relaksasi Impor Bisa jadi Opsi

Krisis Pangan Mengintai Indonesia, Relaksasi Impor Bisa jadi Opsi Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Lembaga Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebut pemerintah perlu mempertimbangkan untuk merelaksasi impor pangan. Hal itu sebagai bentuk antisipasi terhadap kelangkaan dan kenaikan harga komoditas pangan akibat faktor internal dan eksternal.

“Sejauh ini inflasi Indonesia masih cukup terkendali Produk-produk pangan yang selama ini memang dikontrol perdagangannya bisa direlaksasi kuotanya jika memang inflasi mulai menekan. Kebetulan selama ini harga pangan di Indonesia memang sudah lebih mahal daripada pasar dunia akibat pembatasan impor,” terang Associate Researcher CIPS Krisna Gupta, kemarin.

Ia mengatakan, relaksasi impor bisa digunakan untuk menjaga kestabilan perubahan harga. Untuk gandum misalnya yang saat ini harganya tengah naik akibat konflik Rusia-Ukraina, Indonesia perlu mencari sumber pemasok gandum lain demi menghindari dampak kelangkaan kalua perang terus berlanjut.

Hal itu dibutuhkan untuk menghindari kelangkaan dan kenaikan harga pada bahan pangan yang bersumber dari gandum. Gandum sebagian besar digunakan untuk penggilingan tepung terigu, yang tidak hanya dipakai oleh konsumen, tapi juga produsen mie instan, pasta, roti, hingga kue-kue dan jajanan pasar.

Padahal, tanpa perang inipun, harga gandum dunia sedang naik-naiknya karena bottleneck supply akibat masalah cuaca. Dia menambahkan, Indonesia juga perlu mewaspadai kenaikan harga komoditas pangan selain gandum.

Terganggunya pasokan pupuk dunia berpotensi menaikkan harga pupuk yang sudah mahal karena harga gas dan larangan ekspor pupuk oleh China. Kekurangan pasokan pupuk dapat menyebabkan harga-harga komoditas, misalnya saja jagung dan kedelai, semakin tinggi.

Krisna mengatakan bahwa relaksasi dapat dilakukan dengan membuka kuota impor. Beberapa komoditas pangan dikenakan kuota impor demi menjaga nilai tukar petani dan juga menjaga volatilitas harga.

Ketika suplai domestik dirasa cukup, maka keran impor akan ditutup. Namun ketika harga mulai dirasa terlalu tinggi, maka keran impor dibuka.

“Akan tetapi, jika harga pangan dunia naik terlalu tinggi melebihi harga domestik, maka meskipun kuota impor dibuka sebebas-bebasnya, maka harga tidak akan turun. Jadi, jika harga domestik naik, kita tinggal buka keran impor. Selama harga internasional selalu lebih rendah daripada harga domestik, maka cara ini akan bisa mengendalikan inflasi,” jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Bagikan Artikel: