Minyak kelapa sawit merupakan bagian tidak terpisahkan dari minyak nabati dunia. Sejak awal pandemi Covid-19, panen kedelai di Amerika Latin dan rapeseed di Kanada mengalami penurunan akibat adanya gangguan cuaca. Hal ini mengakibatkan supply minyak nabati mengalami pengetatan.
Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono dalam acara Buka Bersama Pemimpin Redaksi pada Kamis (7/4) di Jakarta mengatakan, kelapa sawit Indonesia tidak terpengaruh secara signifikan. Lantaran setiap tahunnya, produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 2 – 3 juta ton.
Baca Juga: Minyak Berkelanjutan di Dunia? Tentu Saja Sawit!
Lebih lanjut disampaikan Joko, faktor utama penyebab terjadinya kenaikan harga CPO yakni adanya tarikan permintaan yang kuat, sementara produksi dan logistik terganggu. Ditambah lagi, konflik Rusia – Ukraina sebagai supplier besar minyak biji bunga matahari di Eropa turut mendongkrak harga minyak nabati dunia.
Perlu diketahui, Eropa mengonsumsi minyak bunga matahari sekitar 30 persen dari total kebutuhan minyak nabatinya. Namun, konflik Rusia – Ukraina telah mengakibatkan pasokan minyak bunga matahari ke kawasan tersebut terganggu.
Sebagai contoh, perusahaan Supermarket Iceland Foods Ltd telah dipaksa untuk membatalkan larangan minyak sawit dari produk yang diproduksinya, menyusul adanya pasokan minyak bunga matahari yang melorot. Sebelumnya, pada tahun 2018, Supermarket Iceland berkomitmen untuk menghapus minyak sawit dari semua produk makanan mereknya sendiri karena adanya tuduhan bahwa minyak sawit merupakan salah satu pendorong utama deforestasi.
“Selama ini Uni Eropa anti palm oil, ternyata itu adalah nonsense. Itu hanyalah strategy marketing. Kita harus terus melakukan campaign yang positif tentang palm oil. End the end adalah persepsi yang sangat mempengaruhi keadaan,” tegas Joko Supriyono.
Laporan: Muhamad Ihsan
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Aldi Ginastiar