Adopsi Digital Ubah Tren dalam Bisnis, Workday Hadir Sebagai Solusi
Kredit Foto: Workday
Tren adopsi digital tak dimungkiri juga memberikan sejumlah tantangan meskipun kehadirannya menawarkan banyak keuntungan. Hal ini tak terkecuali pada lingkup bisnis. Dalam menghadapi percepatan transformasi digital, para pemain bisnis perlu segera beradaptasi dengan pola perilaku teknologi agar dapat mempertahankan bisnis secara berkelanjutan.
Menanggapi problematika ini, Workday hadir menawarkan solusi. Perusahaan yang didirikan pada 2005 ini menyediakan aplikasi cloud untuk manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia, dan analitik yang dirancang untuk perusahaan, lembaga pendidikan, hingga lembaga pemerintahan.
Didirikan oleh veteran PeopleSoft Dave Duffield dan Aneel Bhusri, Workday menggabungkan biaya kepemilikan yang lebih rendah dengan pendekatan inovatif untuk aplikasi perusahaan.
Baca Juga: CTI Group Gaungkan Konsep Connected Enterprise, Jadi Solusi Tren Adopsi Bisnis Digital Baru
Guna mengetahui lebih lanjut mengenai tren adopsi digital di lingkup bisnis serta solusi yang ditawarkan oleh Workday, Warta Ekonomi melakukan wawancara eksklusif dengan Sandeep Sharma, Presiden bagi Asia di Workday, beberapa waktu lalu. Berikut kutipan wawancara Warta Ekonomi dengan Sandeep Sharma.
Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan laju transformasi digital di Indonesia pada 2022 dan seterusnya?
Pertama-tama, saya kira pandemi selama dua tahun terakhir telah menciptakan badai yang sempurna di industri yang membuat perusahaan menyadari bahwa mereka perlu berlari dengan kecepatan yang lebih akibat ketidakpastian di lingkungan serta transformasi ke sistem hybrid. Jika perusahaan tidak memiliki kemampuan digital, maka perusahaan akan mati di dalam air.
Jadi, hal yang pertama adalah pengakuan oleh perusahaan bahwa digitalisasi adalah kebutuhan bagi perusahaan untuk bertahan hidup, saya kira pengakuan ini sudah sangat kuat di Indonesia maupun negara Asia lainnya. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah begitu fokus menggalakkan transformasi digital sebagai agenda utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kami harap ini dapat membantu perusahaan yang benar-benar ingin bertransformasi.
Kemudian, menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Workday and International Data Corporation (IDC) pada tahun 2020, hampir semua, sekitar 96%, eksekutif tingkat C di Indonesia memandang transformasi digital sebagai prioritas. Dalam melakukannya, sebanyak 31% memberi respons bahwa meningkatkan produktivitas dan efisiensi karyawan adalah terpenting. Mengembangkan pola pikir dan budaya yang gesit adalah faktor terpenting kedua dengan 14% yang memberi respons, dan diikuti dengan memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik, dengan 11% yang memberi respons tersebut. Ini mencerminkan beberapa kesadaran bahwa saat ini, perusahaan dituntut untuk berjalan lebih cepat dan lebih gesit untuk bersaing dan berkembang.
Hal ini tentu saja mendorong kemampuan digital yang makin diminati. Milenial harus dilengkapi dengan keterampilan yang tepat yang harus mereka pelajari guna memiliki lingkungan yang tepat untuk bekerja. Namun, karyawan juga meninjau sejauh mana perusahaan siap secara digital sebelum mereka memutuskan bergabung dengan perusahaan tersebut.
Jadi, apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan laju transformasi digital? Saya pikir jawabannya adalah perusahaan menyadarinya, pemerintah memfasilitasinya, dan karyawan serta pengusaha yang ada mengakui bahwa jika perusahaan tempat mereka bekerja atau melamar tidak siap digital, maka itu adalah tempat yang salah bagi mereka.
Apa tantangan yang biasanya dihadapi oleh perusahaan di Indonesia ketika berupaya untuk bertransformasi digital?
Kami melihat kesenjangan yang berkembang di mana organisasi tidak memiliki sumber daya yang baik untuk transformasi digital yang diperlukan untuk mewujudkan lompatan besar ke depan. Dalam studi Workday-IDC yang sama, kami menemukan bahwa 64% organisasi di Indonesia baru memulai transformasi digital, sementara 72% organisasi di Indonesia tidak memiliki budaya kelincahan di seluruh perusahaan. Itu masalah, benar. Fakta bahwa mereka mengenali adalah kabar baik, tetapi fakta bahwa mereka belum memulai perjalanan adalah kabar buruk.
Selain itu, jika perusahaan tahu bahwa mereka akan menempuh jalur transformasi digital, mereka juga memerlukan keterampilan di bidang itu. Kekurangan keterampilan digital juga terbukti menjadi tantangan yang mendesak dan signifikan bagi organisasi di Indonesia dalam bertransformasi menjadi lebih baik dengan transformasi digital. Dalam studi yang sama oleh Workday dan IDC, 76% eksekutif tingkat C di Indonesia mengatakan bahwa kurang dari setengah karyawan mereka memiliki keterampilan dan kemampuan digital.
Menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2021, perusahaan-perusahaan Indonesia juga secara rutin mengidentifikasi kekurangan profesional dan manajer khusus di pasar tenaga kerja lokal sebagai salah satu hambatan terpenting dalam mendorong inovasi di dalam perusahaan. Perusahaan melaporkan keterampilan yang tidak memadai sebagai kendala utama dalam mempekerjakan profesional dan manajer.
Kemudian, jelas ada pekerja yang harus Anda kembangkan, jadi bagaimana Anda mengatur lingkungan pelatihan dan infrastruktur untuk mengalirkan saluran agar lebih baik dalam pemecahan masalah, komunikasi, kerja tim, dan kemampuan beradaptasi.
Ekonomi digital menyumbang 4 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara pada tahun 2020. Dalam 10 tahun, atau pada tahun 2030, PDB akan tumbuh dari Rp15,4 ribu triliun menjadi Rp24 ribu triliun, menurut Menteri Perdagangan Indonesia Muhammad Lutfi, dan ini sebenarnya membutuhkan ekonomi yang berbasis teknologi digital. Jadi, ada peluang yang luar biasa.
Kami berharap ini akan diperlukan bagi perusahaan untuk tetap kompetitif. Mereka harus membuat perubahan untuk mengimbangi kesenjangan antara sumber daya yang dimiliki perusahaan dan apa yang dibutuhkan untuk disampaikan di pasar yang meningkat secara dramatis. Kami menyebut ini sebagai celah akselerasi, yaitu apa yang dibutuhkan untuk mengimbangi pasar versus sumber daya yang perusahaan miliki.
Jadi, perusahaan tidak bisa membuang lebih banyak orang ke masalah, tidak bisa membuang lebih banyak uang pada masalah, dan perusahaan harus mengotomatisasi pindah ke infrastruktur digital yang memungkinkan perusahaan untuk mengikuti dan menyalip pesaing.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Rosmayanti