Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fakta di Balik Hoaks Soal Lingkungan di Sektor Perkebunan Kelapa Sawit

Fakta di Balik Hoaks Soal Lingkungan di Sektor Perkebunan Kelapa Sawit Kredit Foto: Antara/Rahmad
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkembangan minyak sawit Indonesia yang tergolong revolusioner menarik perhatian masyarakat global. Perubahan posisi minyak sawit menjadi minyak nabati utama dunia menggantikan minyak kedelai yang hampir 100 tahun menjadi minyak utama dunia, telah melahirkan dinamika baru persaingan minyak nabati global.

Berbagai isu negatif dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan terkait pengembangan industri minyak sawit Indonesia masih sering kali berseliweran di media mainstream dan media sosial.

 Baca Juga: Gokil! Harga Minyak Sawit Mentah Meningkat Lagi

Melansir laman Palm Oil Indonesia pada Rabu (13/4), berikut dua hoaks terkait isu lingkungan minyak sawit yang disebarkan pihak antisawit.

1. Hoaks: Produksi Sawit Tinggi karena Kebun Sawit Paling Luas di Dunia

Data International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencatat, luas lahan minyak kedelai dunia sekitar 225 juta hektare dengan produksi sekitar 60 juta ton. Sementara, luas lahan sawit dunia hanya sekitar 25 juta hektare dengan produksi mencapai 80 juta ton setiap tahunnya. Besarnya produksi minyak sawit tersebut disebabkan tingginya produktivitas kelapa sawit.

"Produktivitas minyak kelapa sawit per hektare lahan jauh lebih tinggi, yakni 8-10 kali lipat dari produktivitas minyak nabati lainnya sehingga dengan lahan yang lebih sedikit mampu menghasilkan minyak nabati yang lebih besar," catat laman Palm Oil Indonesia.

2. Hoaks: Biodiesel Minyak Sawit Lebih Rendah Menghemat Emisi GRK Dibandingkan Minyak Nabati Lain

Berbagai penelitian baik di Indonesia maupun di Eropa menunjukkan bahwa dengan menggunakan Life Cycle Analysis (LCA), penggantian bahan bakar diesel/solar dengan biodiesel sawit akan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari mesin diesel sekitar 50-60 persen. Bahkan, menurut European Commission, apabila biodiesel sawit yang dihasilkan dari PKS dengan methane capture, pengurangan emisi GRK dapat mencapai 62 persen.

"Penghematan emisi GRK akibat penggunaan biodiesel berbahan baku sawit lebih tinggi dibandingkan penghematan emisi yang diperoleh dari biodiesel berbahan baku minyak rapeseed, minyak kedelai, maupun minyak bunga matahari," catat laman Palm Oil Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: