Bank Indonesia (BI) terus menempuh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dengan tetap mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, BI mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 3,50% selama triwulan I 2022.
Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan eksternal yang meningkat terutama terkait dengan perang Rusia-Ukraina.
"Kebijakan nilai tukar Rupiah juga diperkuat untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan mekanisme pasar dan fundamental ekonomi di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (13/4/2022).
Lebih lanjut, BI juga mulai melakukan normalisasi kebijakan likuiditas dengan tetap memastikan kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN, dengan masih tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK). Baca Juga: BI Jabar Siapkan Rp24 Triliun Selama Ramadan dan Idulfitri 2022
Normalisasi likuiditas dilakukan dengan menaikkan secara bertahap GWM (Giro Wajib Minimum) Rupiah untuk BUK (Bank Umum Konvensional) serta Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) mulai Maret 2022 masing-masing menjadi 6,5% dan 5,0% pada 1 September 2022. Penyesuaian secara bertahap Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah tahap I dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret 2022 telah menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp55 triliun secara neto.
"Penyerapan likuiditas secara bertahap tersebut berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas perbankan," tegas Perry.
Selain itu, Kebijakan makroprudensial akomodatif selama triwulan I 2022 terus diperkuat untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Penguatan tersebut ditempuh antara lain dengan i) memberikan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan/atau memenuhi target RPIM berupa pelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah rata-rata sampai dengan sebesar 1%, mulai berlaku 1 Maret 2022, dan ii) memperkuat kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman asesmen mengenai spread suku bunga kredit perbankan, termasuk perbandingan terhadap negara kawasan.
Selanjutnya, BI akan melanjutkan akselerasi digitalisasi, memperkuat sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan handal, serta memastikan kecukupan kebutuhan uang, distribusi uang, dan layanan kas dalam rangka mendorong konsumsi masyarakat untuk mendukung pemulihan ekonomi, termasuk dalam rangka menyambut bulan Ramadhan serta Hari Raya Idul Fitri 2022.
BI juga terus melakukan pendalaman pasar uang baik valas maupun Rupiah dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah serta memperluas penggunaan instrumen lindung nilai (hedging), dan memfasilitasi perdagangan-investasi antarnegara.
"Kebijakan internasional diperkuat dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan bekerja sama dengan instansi terkait termasuk dengan memperluas penggunaan Local Currency Settlement (LCS) sebagai sarana untuk penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi bilateral dengan negara-negara mitra utama, khususnya di kawasan Asia," jelas Perry.
Terakhir, BI terus mewaspadai dampak perkembangan kondisi global terhadap kinerja perekonomian nasional. Untuk itu, BI memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan KSSK dalam rangka mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan, serta meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman