Hingga saat ini, Komnas Perlindungan Anak tetap konsisten memperjuangkan hak-hak anak. Terutama hak hidup anak untuk bisa tumbuh kembang secara sehat. Akan tetapi perjuangan untuk melindungi anak-anak kerap kali berbenturan dengan kepentingan lain.
Begitu juga perjuangan Komnas Perlindungan Anak dalam melindungi bayi, balita dan janin terbebas dari paparan Bisphenol A atau BPA.
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan bahwa Komnas Perlindungan Anak telah berjuang keras agar BPOM sebagai pemegang regulator memberi label pada galon guna ulang dan kemasan yang mengandung BPA.
Baca Juga: Terkait Bahaya BPA, Ketua Komnas Perlindungan Anak Sambangi Kantor BPOM
BPOM telah bersikap proaktif dan sangat mendengarkan masukan masyarakat. Dan BPOM telah merampungkan rancangan Perubahan Kedua atas Perka No 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan.
“Tapi sayang rancangan Perubahan Kedua atas Perka No 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan itu belum juga ditandatangani. Konon, Kemenko Ekonomi telah mengintervensi Sekretaris Kabinet sehingga presiden belum menandatangani,” katanya, dalam acara 'Dialog Ilmiah Demi Anak Anak Indonesia Terbebas dari Kemasan BPA pada Kamis (21/4) lalu di Jakarta.
Pada kesempatan itu, Arist Merdeka juga menegaskan bahwa perjuangan Komnas Perlindungan Anak tidak terkait dengan persaingan usaha AMDK seperti yang dituduhkan oleh pihak yang hanya berpikir ekonomi tanpa memperhatikan kesehatan anak.
"Dalam rangka hari Kartini, kita mau mengampanyekan agar Ibu - Ibu punya pengetahuan tentang bahaya BPA. Karena cukup berbahaya kalau tidak, kita lebih bagaimana menyelamatkan anak, " tandas Arist Merdeka.
Baca Juga: Indonesia Financial Watch Dorong BPOM Melihat Motif Bisnis Dibalik Polemik BPA
Menurut Wakil Ketua Pengurus Pusat Persatuan Dokter Umum Indonesia, dr Hartati B Bangsa, cemaran senyawa BPA tidak hanya berbahaya bagi bayi dan balita. Akan tetapi berbahaya juga bagi orang dewasa yang sudah memiliki sistem imun. Bayi paling rentan terkena dampak paparan BPA sebab sistem saraf dan endokrin belum berkembang dengan sempurna.
“Jadi, rentannya bayi kita karena mereka belum punya mekanisme pertahanan untuk mengawal. Karena sistem pertahanan kita dalam tubuh akan berkembang seiring siklus kehidupan berjalan, " papar dr Hartati B Bangsa.
Masih menurutnya, konsumsi BPA yang sering dan dalam jumlah besar bisa mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak anak. Di antaranya mempengaruhi senyawa yang diproduksi otak sehingga memicu kelainan, salah satunya aitisme.
Lebih mengerikan lagi ternyata bayi bisa terkena paparan BPA lewat ASi yang diberikan ibunya. Mengingat senyawa BPA itu mudah larut dalam air.
"Pada Ibu dengan kondisi menyusui maka air susunya juga bisa menjadi media pengantar (BPA) itu akan larut, itu akan terbawa ke dalam ASI," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri