Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

ICW Temukan Pencemaran Udara di PLTU Sumsel I, KPK Didesak Usut Kasus Mafia Tambang

ICW Temukan Pencemaran Udara di PLTU Sumsel I, KPK Didesak Usut Kasus Mafia Tambang Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia Corruption Watch (ICW) terbaru menyebut ada sejumlah tambang penghasil batubara berkualitas rendah diduga dikirim ke PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Sumsel I yang berada di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Akibatnya banyak masyarakat sekitar terkena ISPA (infeksi saluran pernapasan akut).

"Asap pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) memang mematikan. Ia mengandung sejumlah senyawa beracun yang dapat menimbulkan penyakit. Penyakit asma, infeksi pernapasan akut, dan kanker paru-paru adalah sejumlah diantaranya, senyawa itu mengancam nyawa warga," tulis ICW dalam laporannya dikutip pada jumat 29 April 2022.

Selain masyarakat sekitar disajikan udara yang telah tercemar, sumber pencaharian mereka juga terusik dengan keberadaan PLTU. Lahan pertanian yang subur atau laut yang bersih tak lagi mereka temukan. "Ini diantaranya dikarenakan lahan telah beralih menjadi lokasi PLTU dan tumpahan batubara mencemari air laut. Akibatnya bertani atau memanen ikan tak lagi menjadi pilihan hidup mereka," tulis laporannya.

Baca Juga: Dukung Percepatan Target EBT, PLTU Ini Manfaatkan Limbah Sawit Sebagai Bahan Bakar

Menanggapi permasalahan tersebut, Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar meminta agar aparat penegak hukum mulai dari Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Kejaksaan Agung turun tangan. "Semua penegak hukum perlu dikerahkan dan oknum aparat penegak hukum juga harus diproses di peradilan," kata Fickar kepada wartawan. 

Menurutnya, semua kejahatan termasuk mafia tambang selain melanggar hukum juga merugikan perekonomisn negara. "Karena mereka mengambil hasil tambang tanpa mau membayar pajak dan retribusinya pada negara atau pemerintah," katanya.

Terkait dengan temuan ICW, Fickar menilai setiap hal yang merugikan perekonomian negara harus dibenahi. "Setiap faktor yang menyebabkan kerugian perekonomian nagara, termasuk mafia tambang harus dibenahi dan ditertibkan, sehingga tidak mengganggu terhadap iklim investasi di negara ini," ujarnya.

Sementara Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai jika kasus mafia tambang ini memang secara tradisi sudah terjadi sekian lama di Indonesia. "Praktik-praktiknya memang banyak mengindikasikan atau seringkali diwarnai dengan pengaruh dari shadow government, kemudian ada praktik-praktik ilegal yang sering kali merugikan bagi masyarakat sekitar dan juga bagi lingkungan," kata dia.

Baca Juga: PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 Gagal Beroperasi Secara Komersial Pada Maret 2022

Parahnya, kata dia, praktik tersebut seringkali tak hanya melibatkan oknum penegak hukum atau aparat hukum, tapi sampai juga kepada oknum daripada pemerintah, oknum penguasa yang tentu saja bekerjasama dengan pemilik modal. "Seperti yang saya sebutkan, shadow government sebetulnya adalah di luar pemerintahan tapi memiliki pengaruh dari sisi kemampuan modal capital mereka, yaitu penguasa yang menguasai tambang-tambang terutama yang didaerah-daerah," katanya.

Untuk itu, Faisal pun setuju jika KPK dan Polri harus turun sampai ke praktik mafia tambang. "Saya rasa setuju kalau kemudian KPK dan Polri memang mesti harus turun sampai ke bawah, sampai ke praktik-praktik sektor pertambangan ini, karena itu masih marak sampai sekarang," lanjutnya.

Faisal pun meyakini, terkait dengan dugaan para mafia tambang yang support atau mendukung dalam kampanye Pilpres. "Seringkali begitu (mafia tambang support Pilpres)," kata dia.

Sehingga menurutnya, praktik-praktik tersebut yang seharusnya sudah secara konsisten harus diberantas di Indonesia. "KPK memang harus turun sampai arah ke sana (praktik mafia tambang)," ujarnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: