Bila dicermati lebih jauh, ada perbedaan signifikan dari pola gerakan Islam politik atau populisme Islam di Indonesia hari-hari ini dibandingkan beberapa waktu sebelumnya. Terutama, fenomena gerakan Islam politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang dinilai sedikit mengalami penyurutan bila dibandingkan dengan gerakan serupa pada momentum menjemput Pemilu 2019 lalu.
"Inilah yang dimaksud anomali. Lalu, benarkah aksi Islam populis belakangan mengalami anomali gerakan? Kita perlu merunut kemunculan gerakan populisme Islam di Indonesia dan pengaruhnya terhadap politik nasional," kata Research Director of IndoNarator Haris Samsuddin dalam keterangan resminya, Selasa (3/5/2022).
Baca Juga: Partainya Fahri Hamzah Menggelegar, Ketum Gelora: Akan Ada Migrasi Pilihan di Pemilu 2024
Fenomena populisme Islam di Indonesia sejatinya bukanlah hal baru. Mengutip perkataan Sosiolog Vedi Hadiz misalnya, gerakan sosial yang terdiri dari berbagai aliansi multikelas dengan berpijak pada fondasi ummah itu jejaknya di Indonesia bisa dilacak hingga pada masa kolonial.
Kehadiran gerakan populisme Islam pada zaman pemerintahan Hindia Belanda itu ditandai dengan hadirnya gerakan Syarikat Dagang Islam (SDI). Kemunculan SDI ini oleh Hadiz disebut sebagai fase awal (old islamic populism) di Indonesia. Dikatakan, populisme Islam lama atau populisme berbasis kelas ekonomi mulai mengambil bentuk dan orientasi gerakan pada era Orde Lama, Orde Baru hingga Reformasi.
Alhasil, dalam perkembangannya, gerakan populisme Islam di Indonesia dengan motif utama pada penguatan basis ekonomi ummah gagal terealisasi. Setidaknya, kegagalan itu terjadi sejak awal kemunculannya, sampai pada era reformasi. Belajar dari pengalaman itu, populisme Islam kemudian mengalami perubahan orientasi dari gerakan ekonomi ke gerakan politik.
Baca Juga: Anis Matta Sebut Bakal Terjadi Migrasi Pemilih Besar-Besaran di Pemilu 2024 Gegara Ini
"Beberapa pertanyaan penting yang perlu diajukan: mengapa gerakan populisme Islam hari-hari ini kembali meredup? Apakah ini petanda bahwa gerakan populisme Islam di Indonesia yang sempat menghiasi panggung politik nasional mulai rontok, atau justru ini merupakan bagian dari strategi menguasi panggung politik 2024?," jelasnya.
Haris juga memberikan analisis perbandingan gerakan populisme Islam pada momentum 2016-2019 dan pasca 2019 (menuju Pemilu 2024). Alasan utama peringkasan tak lain karena atensi masyarakat terhadap fenomena populisme Islam di Indonesia kebanyakan tertuju pada aksi Bela Islam yang berlangsung masif dan memiliki dampak politik signifikan, baik untuk kasus Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019.
Dia mencontohkan bahwa istilah populisme Islam di Indonesia mulai ramai dipergunakan baik di kalangan akademisi maupun masyarakat luas setelah adanya fenomena Aksi Bela Islam yang digelar secara berjilid.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: