Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Aksi Demo Petani Sawit Tidak Bisa Dianggap Remeh, Pakar Singgung Hal Penting Ini, Simak!

Aksi Demo Petani Sawit Tidak Bisa Dianggap Remeh, Pakar Singgung Hal Penting Ini, Simak! Pekerja mengangkut kelapa sawit ke dalam truk di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mencatat volume ekspor produk minyak sawit dan turunannya pada bulan Juli 2020 naik sebesar 13 persen menjadi 3,13 juta ton dari sebelumnya 2,76 juta ton dan ekspor produk olahan CPO naik sebesar 21,8 persen menjadi 1,97 juta ton dari sebelumnya 1,6 juta ton. | Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Merespons kebijakan larangan ekspor Crude Palm Oile (CPO), petani sawit turun ke jalan untuk melakukan aksi demonstrasi agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut.

Kebijakan larangan ekspor CPO ini dinilai tidak efektif salah satunya oleh Achmad Nur Hidayat MPP, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute.

“Yang tujuan awalnya untuk menurunkan harga minyak goreng ternyata tidak kunjung turun tapi dampak yang didapat ternyata lebih buruk yaitu kita kehilangan triluanan rupiah yang biasanya satu hari negara bisa dapat 1 triliun, dan juga harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit menjadi drop,” ujar Achmad di keterangan tertulis, dikutip Rabu (18/5/22).

Aksi sejumlah petani sait pun juga disoroti Achmad. Menurutnya aksi tersebut tidak bisa dianggap remeh mengingat pentingnya ketersediaan sawit untuk Indonesia secara umum.

Ancaman gelombang aksi yang lebih besar pun sangat terbuka apabila tuntutan mereka tidak didengar oleh para pemangku kebijakan terkait.

Baca Juga: Kejagung Diminta Usut Kasus Mafia Minyak Goreng, Yang Bermain Pemberian Fasilitas Ekspor CPO

“Ini bukan hal yang sepele karena jumlah petani sawit ini jumlahnya sangat banyak. Jika mereka semua memutuskan untuk hadir berunjuk rasa di Jakarta maka tentu akan menimbulkan persoalan sosial berikutnya. Jika suara mereka tidak didengar maka akan menimbulkan gelombak demonstrasi yang lebih besar yang mungkin semakin tidak bisa dikendalikan,” ujar Achmad.

Achmad juga menyatakan bahwa permasalahan dari masih tingginya harga minyak goreng ini bukan dari masalah suplai, tapi dari masalah distribusi dan adanya perbedaan harga eceran minyak sawit dengan harga CPO internasional.

Sebagaimana kita tahu harga eceran tertinggi ditetapkan oleh pemerintah dan kemudian menyebabkan terjadinya black market, alasannya adalah jarga eceran tertinggi itu adalah harga yang tidak menguntungkan pengusaha sehingga pengusaha lebih memilih menjual CPO itu keluar negeri (ekspor) dan mengorbankan/mengabaikan kebutuhan domestik.

Baca Juga: Survei SMRC: 76,7 Persen Warga Merasa Puas dengan Kinerja Jokowi

“Inilah yang membuat oknum policy maker di kementrian perdagangan yang meloloskan ijin ekspor CPO padahal ada DMO yang harus dipatuhi sehingga kongkalikong permainan pemangku kebijakan dengan oknum produsen CPO harus ditindak tegas karena dampak kerusakan yang ditimbulkan cukup besar,” tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: