Seperti Apa Duit China Dibelanjakan di Pasifik? Mari Periksa Lebih Lanjut
Papua Nugini
Papua Nugini memiliki hubungan diplomatik dengan China sejak 1976, setahun setelah merdeka dari Australia.
Negara ini adalah penerima terbesar dari bantuan China dan Australia.
Sejauh ini beberapa proyek yang dijanjikan China belum juga terlaksana.
Salah satunya adalah proyek jalan senilai AS$4,1 miliaryang akan meningkatkan 11 jalan dan menghubungkan semua wilayah negara.
"Jika terwujud, proyek ini akan menjadi bantuan China terbesar dalam sejarah Pasifik,” kata Alexandre Dayant, pengamat dari Lowy Institute.
Proyek lainnya yaitu pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Ramu 2, di mana China telah menjanjikan dana AS$920 juta.
"Keterlibatan China di Pasifik melalui dukungan pembangunan memiliki tujuan ganda," jelas Dayant, yang memetakan aliran dana pembangunan di Lowy Pacific Aid Map.
"Pertama, untuk menjawab kebutuhan besar pembangunan di kawasan ini. Namun, dukungan China tidak gratis sehingga penting untuk memahami niatnya," katanya.
"China bukan satu-satunya yang menggunakan bantuan sebagai alat mendapatkan dukungan. Program bantuan Australia, Selandia Baru dan negara-negara barat lainnya, seringkali disertai dengan ikatan seperti itu," kata Dayant.
Tujuan lain dari keterlibatan China di kawasan ini adalah untuk menggalang dukungan di panggung dunia.
Dr Newton Cain mengatakan dengan berinvestasi dalam pembangunan, China dan negara donor lainnya dapat membangun modal politik ketika mereka membutuhkan dukungan di PBB, misalnya.
Pada tahun 2020, PNG mendukung China di PBB atas undang-undang keamanan nasionalnya yang kontroversial di Hong Kong.
"Naif untuk berpikir bahwa China melakukan semua ini hanya untuk tujuan altruistik," jelsnya.
Vanuatu
Pakar Pasifik Graeme Smith dari Australian National University menjelaskan posisi Kepulauan Solomon yang memicu kepanikan tentang pangkalan militer China sekarang, sebelumnya pernah dipegang oleh Vanuatu.
Mantan Dubes Vanuatu untuk China, Sela Molisa, kepada ABC mengatakan negara dengan 83 pulau itu sangat membutuhkan proyek infrastruktur termasuk bandara, jalan raya, dan dermaga.
Proyek dermaga tersebut memicu kecurigaan pada tahun 2018.
Proyek yang didanai China senilai $114 juta ini cukup dalam untuk kapal pesiar, sekaligus kapal perang untuk berlabuh.
Banyak laporan saat itu menyebut bahwa Beijing berusaha membangun pangkalan militer permanen di Pasifik dan mengincar Vanuatu.
Menlu Vanuatu Ralph Regenvanu membantah keras laporan tersebut.
"Tidak seorang pun di Pemerintahan Vanuatu yang pernah berbicara tentang pangkalan militer China di Vanuatu dalam bentuk apa pun," katanya.
"Kami adalah negara nonblok. Kami tidak tertarik pada militerisasi, kami tidak tertarik pada pangkalan militer apa pun di negara kami," ucapnya.
Juru bicara Pemerintah Vanuatu Fred Vurobaravu menegaskan tidak ada rencana pembangunan pangkalan militer China di Santo – yang merupakan pangkalan angkatan laut AS selama Perang Dunia II – "dan posisi itu tidak akan berubah".
Dia mengatakan proyek dermaga tersebut merupakan salah satu dermaga terbesar di Pasifik Selatan dan Vanuatu beruntung memilikinya.
Dr Newton Cain mengatakan pembicaraan tentang pangkalan militer China di kawasan itu adalah spekulasi.
"Sebenarnya belum ada bukti. Kita belum melihat pangkalan militer didirikan di mana pun di Pasifik," katanya.
"Hal itu mungkin terjadi dalam lima tahun ke depan. Mungkin terjadi dalam 10 tahun ke depan. Mungkin juga tidak akan pernah terjadi," ujarnya.
Dia mengatakan para pemimpin Pasifik telah menjelaskan bahwa yang mengancam keamanan mereka bukanlah China, tetapi perubahan iklim, dan mereka tidak ingin terjebak dalam persaingan geopolitik negara lain.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto