Rencana pelabelan Bisfenol-A (BPA) pada air minum kemasan guna ulang disarankan harus dilakukan dengan cermat. Implementasi pelabelan BPA diharapkan dilaksanakan terhadap seluruh produk makanan dan minuman (mamin).
Direktur Indonesia Food Watch, Pri Menix Dey mengatakan bila risiko migrasi BPA paling tinggi justru ada pada makanan atau minuman kemasan kaleng, bukan pada kemasan air minum guna ulang berbahan polikarbonat.
"Karena galon polikarbonat bisa menahan risiko migrasi itu. Yang paling tinggi risiko migrasi BPA justru ada pada produk konsumsi kemasan kaleng," kata Menix.
Baca Juga: Tak Hanya di Indonesia, BPOM Tegaskan Negara Lain Juga Lakukan Pelabelan BPA
Ia juga menyoroti peraturan untuk produk air kemasan dengan galon sekali pakai berbahan PET yang dibolehkan menggunakan label bebas BPA.
“Faktanya, galon sekali pakai yang diproduksi segelintir produsen AMDK itu menggunakan bahan Polietilena Tereftalat (PET) yang sama-sama berpotensi tercemar bahan kimia asetaldehida dan etilen glikol dan mikroplastik,” ujarnya.
Menix menambahkan, berdasarkan kajian ilmiah, potensi migrasi BPA pada galon berbahan polikarbonat berada pada level 80 derajat celcius, sehingga masih memiliki daya tahan untuk menahan risiko tersebut.
Di sisi lain, polikarbonat banyak digunakan sebagai bahan dasar sejumlah perangkat kemasan produk makanan dan minuman kaleng, termasuk botol susu bayi. Bahan ini acap digunakan sebagai pelindung pada bagian dalam kemasan tersebut.
"Sangat aneh apabila BPOM hanya mewajibkan pelabelan BPA pada galon air minum," ujarnya.
Baca Juga: BPOM Rumuskan Perlu Pelabelan BPA pada Galon Guna Ulang
Menix pun mengungkapkan jika berdasarkan penelitian The European Food Safety Authority (EFSA) atau Otoritas Keamanan Makanan Eropa, batas aman paparan BPA oleh konsumen adalah 4 mikrogram per kilogram berat badan per hari.
Ilustrasinya, seseorang dengan berat badan 60 kg masih dalam batas aman jika mengonsumsi BPA 240 mikrogram/hari. Dengan kata lain, sejauh ini risiko paparan BPA pada air minum berkemasan galon sangat rendah.
Menurut Menix, data EFSA tersebut seharusnya bisa dijadikan acuan oleh BPOM dalam menyusun regulasi pelabelan BPA sehingga aturan yang dirilis tidak menimbulkan kesan menyudutkan sektor bisnis tertentu.
"Jadi harus bersikap adil untuk semua sektor. Seandainya ada pelabelan BPA, harus diterapkan pada semua produk yang memiliki risiko, tidak hanya air minum galon," jelasnya.
BPOM memang berencana merevisi peraturan BPOM No. 31/2018 tentang Label Pangan Olahan yang fokus untuk pelabelan BPA terhadap kemasan galon berbahan Polikarbonat (PC).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: