Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Budayawan Kepulauan Riau Turun Tangan Beber Sejarah Lengkap Sebelum Malaysia Eksis, Mahathir Minder!

Budayawan Kepulauan Riau Turun Tangan Beber Sejarah Lengkap Sebelum Malaysia Eksis, Mahathir Minder! Kredit Foto: Wikimedia Commons/Chatham House

Sebaliknya Johor hanya dijadikan daerah pegangan Temenggung, bersama Singapura.

"Artinya jika mengambil kasus berdirinya kerajaan Johor, tahun 1529, maka kesultanan Riau (Johor, Pahang, Lingga) yang berdiri tahun 1722 itu, bukan lagi bahagian dan penerus kesultanan Johor yang sudah tumbang tahun 1721," jelasnya.

Baca Juga: Malaysia Mau Klaim Riau, Mahathir Mohamad Dicaci Publik Indonesia: Pak Tua, Jangan Macam-macam

Sehingga, Kesultanan Riau (1722-1912) adalah kerajaan baru bernama kerajaan Riau, sementara nama Johor, Pahang dan Terengganu disebut karena daerah itu merupakan daerah taklukan dan negeri pegangan.

Artinya, kesultanan Riau itu, sejak tahun 1722, adalah bahagian dari sejarah Indonesia, bukan bahagian sejarah Malaysia.

Apalagi dalam aspek pemerintahan, di kesultanan Riau itu sudah bersatu dan bersebati dengan tradisi dan sistim politik Bugis. Persebatian melayu-Bugis telah menjadi sistim dan kedaulatan politik di kesultanan ini.

Dalam sejarahnya, kata Rida kembali, yang dapat dikatakan penerus Kerajaan Johor itu sebenarnya adalah kerajaan Siak Sri Indrapura, yang berpusat di Sungai Siak (Riau sekarang), karena pendirinya adalah Raja Kecik, Sultan Johor yang bergelar Abdul Jalil Rahmat Syah, karena ketika dia mendirikan kerajaan Siak, dia tetap memakai gelar Sultan Johor, Abdul Jalil Rahmat Syah. Sama seperti Alaudin Riayat Syah yang memakai gelar Sultan warisan Melaka.

"Tapi seperti Alaudin Riauat Syah, maka Raja Kecik atau Abdul Jalil Rahmat Syah itupun tidak sekalipun pernah memindahkan kembali pusat pemerintahannya ke Johor. Raja Kecik (1721-1740), tetap di Siak sampai akhir hayatnya. Demikian juga dengan para penerusnya, sampai kerajaan ini berakhir tahun 1946. Siak tetap menjadi bahagian sejarah Indonesia, sejak tahun 1723," ujar Rida menceritakan.

Pada tahun 1819, ketika Sultan Husin Syah, putera tertua Sultan Riau, Mahmud Riayat Syah, mendirikan kerajaan Singapura dan Johor, dengan bantuan Inggris, dia tetap menyembah ke Riau dan mengaku kerajaan Riau sebagai pusat daulat dan tempat meminta tunjuk ajar dalam urusan pemerintahan dan adat istiadat.

Demikian juga Pahang. Baru tahun 1885, Johor menjadi kerajaan baru di bawah Maharaja Abu Bakar dan tahun 1888, Pahang menjadi kerajaan sendiri di bawah Ahmad Syah, yang keduanya didukung oleh Inggris.

"Jadi kenyataan sejarah masa lalu ini, apakah sebagai dasar klaim seperti konroversi saat ini, sebenarnya bisa juga dilakukan oleh Indonesia melalui sejarah Kepulauan Riau yang mewarisi wilayah administrasi pemerintahan eks Kesultanan Riau saat itu, terhadap Singapura, Johor dan Pahang, karena ketiga wilayah itu dahulunya adalah daerah taklukan dan kekuasaan Kesultanan Riau," kata Rida.

Klaim seperti ini, lanjut Rida, pernah dilakukan oleh Sultan Riau Mahmud Muzaffar Syah (1843-1857) yang minta Inggris mengembalikan Pahang, Johor, dan Terengganu kepada Kesultanan Riau.

Bahkan tahun 1852, Sultan Singapura dan Johor, Ali Iskandar Syah pernah hendak mengembalikan Singapura dan Johor kepada Riau, tapi telah digagalkan oleh Inggris dan Belanda.

Karena rencana politik nya itu, Mahmud Muzaffar Syah dimakzulkan oleh Belanda, diawasi tindak tanduknya oleh Inggris di kawasan Semenanjung. Mahmudc Muzaffar Syah pernah menggunakan seorang pengacara asing untuk mewujudkan klaimnya itu, menyatukan kembali wilayah kekuasaan Kesultanan Riau yang sudah tercabik cabik itu.

"Namun Belanda dan Inggris lah yang memisahkan kedaulatan Kesultanan Riau (Johor, Pahang, Lingga) melalui Traktat London 1824," jelasnya.

Dan Belandalah yang paling kukuh menggunakan istilah kerajaan Johor, Riau dan Pahang, dalam dokumen-dokumen perjanjian, kontrak politik dan administrasi pemerintahan nya karena kepentingan politik mereka ingin tetap menjadikan kawasan Semenanjung tanah melayu ini, sebelum tahun 1824, tetap di bawah kendali Gubernur Belanda di Melaka. Dokumen-dokumen Belanda itulah yang kemudian dijadikan sumber primer dalam penulisan sejarah kawasan Semenanjung ini.

Dikatakan Rida, sejarah yang ditulis dari sudut pandang penjajah Belanda dan Inggris dan bukan dari sudut pandang Indonesia.

Penulisan sejarah yang hanya mengakui eksistensi Kesultanan Riau itu sebagai bahagian sejarah Indonesia, mulai tahun 1824 sampai 1912 dan seterusnya sampai masa kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Itupun masih terus di obok-obok Belanda sampai tahun 1950, sebelum Belanda benar-benar angkat kaki dari Kepulauan Riau.

"Fakta sejarah mana yang bisa mengklaim Kepulauan Riau. Bukankah dari keturunan Raja Bintan lah (Sang Nila Utama dan Wan Seri Beni) adanya Raja Raja Melaka. Bukankah dahulu wilayah kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit juga sampai ke tanah Semenanjung," tegas Rida.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: