Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Skandal ACT: Kisruh Penyelewengan Dana, Dugaan Pendanaan Terorisme hingga Izinnya Dicabut Kemensos

Skandal ACT: Kisruh Penyelewengan Dana, Dugaan Pendanaan Terorisme hingga Izinnya Dicabut Kemensos Kredit Foto: Antara/Abriawan Abhe
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dugaan penyelewengan dana masyarakat oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) membuat geger masyarakat beberapa hari belakangan ini. Dugaan penyelewengan dana masyarakat oleh ACT mencul setelah majalah TEMPO melakukan investigasi dengan judul "Kantong Bocor Dana Umat" pada Senin (4/7/2022).

Dalam laporan tersebut disebutkan gaji bos ACT mencapai Rp250 juta per bulan dan diberi fasilitas mobil mewah. Lalu bagaimana fakta yang sebenarnya? Berikut Wartaekonomi.co.id rangkum dari beberapa sumber.

Baca Juga: Soal Abu Janda Beda Sama Kasus Stupa Borobudur, Video Editan Anies Dianalisa Pakar, Blak-blakan!

Kronologi Penyelewengan Dana Umat ACT

Kasus ini mecuat ke publik setelah sampul majalah Tempo tertulis filantropi ACT limbung karena berbagai penyelewengan diunggah oleh warganet. Tagar #JanganPercayaACT maupun Aksi Cepat Tilep menjadi ramai diperbincangkan warganet Twitter hingga trending pada Senin (4/7/2022).

Banyak warganet yang mengecam dugaan penyelewengan dana umat yang dilakukan oleh ACT. Bahkan ada pula tak habis pikir dengan besarnya gaji dan mewahnya fasilitas yang diterima oleh petinggi ACT.

Ketika Ahyudin menjabat sebagai Presiden ACT, diduga menerima gaji sebesar Rp250 juta per bulan, kemudian senior vice president digaji Rp200 juta per bulan, vice president Rp80 juta, dan direktur eksekutif Rp50 juta. 

Menurut laporan tersebut, Ahyudin saat itu juga difasilitasi dengan tiga kendaraan mewah seperti Toyota Alphard, Mtsubishi Pajero Sport, dan Honda CRV.

Baca Juga: Abu Janda Bela Diri, Video Editan Anies Cuma Parodi, Netizen: Fitnah, Bisa Dipidana, Tapi Beliau...

Majalah Tempo juga menemukan dugaan dana ACT yang digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti keperluan rumah Ahyudin. 

Klarifikasi Pihak ACT Terkait Potong Dana Donasi

Pada Senin (4/7/2022) malam, Presiden ACT, Ibnu Khajarmengakui ada pemotongan sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh per tahunnya.

Baca Juga: Izin Pesantren Dicabut Jajaran Gus Yaqut Gegara Kekerasan Seksual, Lah Tokoh NU Ini Malah Gak Setuju

Pemotongan tersebut, kata Ibnu Khajar, digunakan untuk operasional, termasuk membayar gaji karyawan dan para petinggi ACT.

"Soal potongan dana kami sebutkan 13,7 persen. Jadi ACT ambil untuk operasional 13,7 persen," ucap Ibnu.

Persentase pemotongan itu terbilang besar jika mengacu kepada regulasi yang ada. Ibnu beralasan, persentase pemotongan yang lebih besar dari aturan pemerintah dilakukan karena ACT bukan lembaga amal, melainkan lembaga kemanusiaan swadaya masyarakat.

Ibnu menjelaskan ACT bukan merupakan lembaga zakat infak dan sedekah yang memiliki aturan pemotongan 12,5 persen dan juga bukan lembaga pengumpul sumbangan melainkan organsiasi nirlaba alias NGO.

Baca Juga: ACT Terseret Skandal Dana Umat, Ganjar Pranowo: Baznas Lebih Bagus!

"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," ucap dia.

Dugaan ACT Lakukan Pendanaan Terorisme

Detasmen Khusus (Densus) 88 antiteror saat ini tengah mendalami transaksi-transaksi lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang dikirimkan oleh Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Diketahui, PPATK menduga ACT telah mengirimkan dana ke negera beresiko tinggi pendanaan terorisme.

Baca Juga: Wah Konon Aliran Dana Umat ACT Mengalir ke Parpol, Pelakunya? PKB: Tuh Yang Suka Menghina NU

"Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut," kata Kabagbanops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar kepada wartawan, Kamis (7/7/2022).

Sebelumnyam, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menyebut penyelewengan dana diduga untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang. "Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan, Senin (4/7/2022).

Kemudian, PPATK telah melaporkan dugaan tersebut ke Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Pendalaman dugaan ini sudah dilakukan sejak lama oleh PPATK, sehingga mereka juga telah memiliki hasil analisis yang bisa didalami lebih lanjut oleh aparat berwenang.

Baca Juga: Meski Kerap Kerjasama, Pemprov DKI Juga Cabut Izin Kegiatan ACT

Ivan mengatakan meski ditemukan indikasi penyelewengan dana untuk aktivitas terlarang, namun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggarisbawahi semua itu masih memerlukan analisis lanjutan. Sehingga, hingga saat ini ACT belum dinyatakan sebagai daftar terduga terorisme atau organisasi terlarang (DTTOT).

Izin Dicabut Kemensos

Kementerian Sosial mencabut izin penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) lembaga filantropi itu, Selasa (5/7/2022).

Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Masih Kerja Sama dengan ACT? Wakilnya Mas Anies Baswedan Tegas: Dana Umat untuk...

"Alasan kami adalah pertimbangan adanya indikasi pelanggaran terhadap peraturan menteri, sampai menunggu hasil pemeriksaan dari inspektorat jenderal, baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendi, dalam keterangan tertulis Selasa (5/7/2022).

Muhadjir mengungkapkan ACT hanya diperbolehkan menggunakan 10% dari total sumbangan yang mereka terima untuk kepentingan pembiayaan lembaga. Aturan itu merujuk pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah 29/1980.

Namun berdasarkan keterangan Presiden ACT, Ibnu Khajar, ACT rata-rata menggunakan 13,7% dana sumbangan untuk kepentingan lembaga.

"Angka tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal," kata Muhadjir.

Perkembangan terbaru terkait dugaan penyelewengan dana umat oleh ACT kini tengah dalam tahap penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia. Penyelidikan tersebut dilakukan berdasarkan laporan informasi nomor LI92/VII/Direktorat Tindak PidanaEksus.

Baca Juga: Bukan Anies atau Ganjar, Seandainya Pilpres Dilaksanakan Sekarang, Tokoh Ini Jadi Pemenang!

Sebagai bagian dari upaya penyelidikan, tim penyidik pun memanggil eks Presiden ACT, Ahyudin dan Presiden ACT, Ibnu Khajar pada Jumat (8/7/2022). Selain keduanya, tim penyidik juga memanggil jajaran pengurus ACT bagian keuangan dan manajer proyek.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: