Dahlan Iskan Beri Kesaksian: Mas Bechi Naik Mobil Mewah, Bapaknya Miskin dan Jalan Kaki,
Setiap kali berkumpul, mereka hanya membaca doa, wirid, dan zikir. Sekitar 1 jam. Tidak ada yang aneh. Hanya mirip dengan zikir di aliran apa pun. Setiap kata wirid dibaca 7 kali atau 30 kali. Hanya tahlil yang dibaca 120 kali.
Ketika melafalkan tahlil tidak ada gerak yang berbeda dengan aliran lain. Mereka duduk bersila biasa. Ada yang menggoyangkan kepala berlebihan. Ada yang pelan. Ada pula yang tidak menggerakkan kepala.
Kiai utama di Ploso itu, Kiai Muchtar, juga tampil sangat biasa. Ia pakai baju hem lengan panjang dengan kopiah hitam di kepala. Bawahannya sarung. Badannya kurus. Duduk silanya tegak. Raut wajahnya datar. Tidak ada nada disyahdu-syahdukan atau dikhusyuk-khusyukkan.
Tidak ada jubah, gamis, atau pakaian syekh pada umumnya. Ia sangat Indonesia. Bahkan sering kali ada bendera Merah Putih di acara Kautsaran itu. Doktrin cinta negara, cinta NKRI jadi motto mereka.
Di mata pengikutnya, ia bukan sekadar kiai. Ia pemimpin tertinggi Tarekat Shiddiqiyyah. Nama jabatan tertinggi di aliran seperti itu disebut Mursyid.
Semula aliran Shiddiqiyyah ini tidak diakui sebagai tarekat yang standar. Tapi dalam Kongres JATMI tahun 2009, Shiddiqiyyah diakui sebagai salah satu dari 40 tarekat yang mu'tabaroh (standar).
JATMI singkatan dari Jamiyah Ahli Tarekat Mu'tabaroh Indonesia. Organisasi tarekat.
Salah satu syarat untuk diakui mu'tabaroh adalah: sanadnya jelas, tidak terputus, nyambung sampai Nabi Muhammad.
Saya pun mencari tahu: lewat jalur mana Shiddiqiyyah ini untuk sampai ke Nabi Muhammad. Tidak ketemu. Konon lewat Syekh Jamali Banten. Mungkin ada pembaca Disway yang tahu di sebelah mana Syekh Jamali di tanah Banten.
Yang saya temukan adalah satu naskah panjang. Yakni skripsi mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya, jurusan sejarah Islam. Nama mahasiswi itu Nia Susanti. NIM: A0.22.12.013.
Di situ Nia menyebutkan Shiddiqiyyah nyambung sampai Muhammad lewat khalifah pertama: Abubakar Siddiq. Bahkan nama Shiddiqiyyah diambil dari gelar yang diberikan Nabi kepada Abubakar: As-Shiddiq. Terpercaya.
Menurut Nia nama jamaah Kautsar diambil dari salah satu nama surah dalam Quran: Al Kautsar. Tapi juga mengandung kepanjangan Khairun Katsirun. Kebaikan yang banyak. Kegiatan menebar banyak kebaikan itu disebut Kautsaran. Seperti juga tahlil menjadi tahlilan dan maulud menjadi mauludan.
Menurut Nia, masa kecil Kiai Muchtar sangat susah. Ayahnya punya dua istri. Tidak rukun. Termasuk anak-anak mereka. Ekonomi kurang baik. Terutama setelah sang Ayah meninggal.
Muchtar-kecil sampai harus jualan ikan asin. Lalu sekolah di pondok Rejoso, Jombang. Menghafal Quran. Tidak kerasan. Pindah ke pondok Tambak Beras, juga di Jombang. Hanya kuat 8 bulan. Ia lantas belajar kanuragan di Trosobo, Sidoarjo. Lalu jadi guru SD Islam di Lamongan.
Di masa muda itu kesukaan Muchtar adalah mengulang-ulang surah Al Kahfi, satu bagian dalam Quran. Setiap sampai ayat ke 60 hatinya bergetar. Anda sudah tahu ayat itu: "Ingatlah ketika Musa berkata kepada murid-muridnya: aku tidak akan berhenti berjalan sampai ke bertemunya dua samudera atau aku akan berjalan bertahun-tahun".
Surah Kahfi menggambarkan perjalanan tiga anak muda yang diselamatkan Tuhan dari ancaman penguasa. Mereka bersembunyi di sebuah gua. Mereka tertidur. Sampai 300 tahun. Sampai penguasanya sudah berganti-ganti.
Gua itu sekarang jadi pusat turis di Jordania. Saya tidak pernah mempertanyakan kebenarannya ketika ke gua itu kapan itu. Hanya saja terlintas di pikiran: makanya orang yang lagi dimusuhi penguasa baiknya tidur selama 300 tahun.
Nia tidak menyebutkan apakah Muchtar tidak suka penguasa saat muda. Ia memutuskan melakukan perjalanan jauh seperti Musa. Dari makam ke makam. Jalan kaki. Sampai ke Banten. Berguru ke Syekh Jamali. Mendalami tarekat –ilmu hakikat hidup untuk bisa bertemu dengan Tuhan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: