Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Harga Pangan Dunia Melonjak

Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Harga Pangan Dunia Melonjak Kredit Foto: Antara/M Ibnu Chazar

Beras bisa jadi yang berikutnya. Ini dilihat dari data pada bulan Mei yang diterbitkan pekan lalu, di mana Indeks Harga Pangan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa, menunjukkan harga beras internasional yang mulai merangkak naik untuk bulan kelima; berturut-turut mencapai level tertinggi 12 bulan.

Dalam rilis indeks edisi Juni 2022, FAO mengungkapkan, harga beras di bulan Mei 2022 naik ke level tertinggi dalam setahun. Berada di posisi level 109,2 poin, naik 3,5% dibandingkan April 2022. Lonjakan tajam terjadi untuk semua jenis beras. Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) bulan Juli ini menunjukkan, harga rata-rata nasional beras bertengger di Rp10.750 per kg.

Baca Juga: Sinergi Guna Dukung Ketahanan Pangan Nasional, Kementan Apresiasi Pemanfaatan Lahan Kopassus

Saat ini menurut para pengamat, produksi beras masih melimpah. Tetapi kenaikan harga gandum dan biaya pertanian yang umumnya lebih tinggi, akan membuat harga beras layak untuk dipantau selanjutnya. Kenaikan harga gandum dapat menyebabkan beberapa substitusi terhadap beras, meningkatkan permintaan dan menurunkan stok yang ada. Tindakan proteksionis sebenarnya memperburuk tekanan harga di tingkat global karena berbagai alasan. Biaya pakan dan pupuk untuk pertanian sudah meningkat, dan harga energi menambah biaya pengiriman. Yang pasti, ada risiko bahwa kita melihat lebih banyak proteksionisme dari negara-negara. 

Risiko terhadap beras masih rendah karena persediaan beras global cukup dan panen di beberapa negara Asia diperkirakan akan baik tahun ini. Menurut Forum Ekonomi Dunia, India dan Tiongkok adalah dua produsen beras teratas dunia, menyumbang lebih dari setengah produksi global. Vietnam adalah yang terbesar kelima, sementara Thailand di tempat keenam.

Menurut data BPS, produksi beras Indonesia pada 2021 untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 31,3 juta ton. Jumlah ini menurun 140,73 ribu ton atau 0,45 persen dibandingkan produksi beras di 2020 sebesar 31,50 juta ton.

Baca Juga: Rusia - Ukraina Kacaukan Pangan Dunia, Indonesia Aman, Jokowi Beri Alasannya: Negara Kita Diberi...

Sekitar sepertiga biaya produksi makanan, terkait dengan energi. Pupuk khususnya sangat boros energi untuk diproduksi dan harganya melonjak sejak tahun lalu. Petani membuat keputusan setiap hari yang mempengaruhi operasi pertanian. Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan yang mereka buat tidak dapat diprediksi secara akurat; ini adalah risiko. 

Petani di negara berkembang termasuk Indonesia sering dihadapkan pada ketidakpastian cuaca, harga dan penyakit. Banyak petani hidup di tepi ketidakpastian ekstrem, terkadang jatuh tepat di bawah, dan terkadang naik tepat di atas ambang batas kelangsungan hidup; petani tidak tahu apakah curah hujan akan baik atau buruk selama satu musim, mereka tidak tahu harga yang akan mereka terima untuk produk yang dijual, dan mereka tidak tahu apakah tanaman mereka akan terserang penyakit. Risiko-risiko ini tidak berada di bawah kendali petani, tetapi beberapa petani telah mengembangkan cara untuk mengatasi dan mengelolanya. 

Pertanian menjadi semakin berisiko karena petani menjadi lebih komersial. Petani perlu memahami risiko dan memiliki keterampilan manajemen risiko untuk mengantisipasi masalah dan mengurangi konsekuensi dengan lebih baik. Dalam hal ini, pemerintah layaknya mendampingi dan mengedukasi para petani terutama antisipasi risiko yang dihadapinya, serta cara-cara mengurangi risiko tersebut.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: