Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenaikan Harga BBM Nonsubsidi Menyehatkan Sekaligus Melebarkan Inflasi

Kenaikan Harga BBM Nonsubsidi Menyehatkan Sekaligus Melebarkan Inflasi Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Bhima mengatakan, semakin tinggi disparitas harga barang subsidi dan nonsubsidi semakin tinggi migrasinya.

Sementara itu, di saat yang bersamaan untuk mencegah terjadimya migrasi pengguna BBM dan LPG nonsubsidi ke jenis subsidi akan dilakukan berbagai pembatasan oleh Pertamina.  

Dengan begitu, masyarakat terutama kelas menengah akan menghabiskan uang lebih banyak untuk biaya kebutuhan hidup. Daya beli kelas menengah akan turun dan berdampak terhadap penjualan berbagai produk sekunder dan tersier.

"Siap-siap penjualan rumah, kendaraan bermotor, elektronik akan turun. Sementara masyarakat atas cenderung lakukan saving atau menahan diri untuk belanja karena ini menunjukkan sinyal inflasi akan tinggi tahun ini," ujarnya.

Bhima melanjutkan, untuk sekarang kalau untuk pembatasan pasti timbul masalah. Salah satunya masalah pendataan yang harus diperbaiki sehingga rumah tangga mana yang masuk golongan subsidi dan nonsubsidi harus dipetakan.

"Problemnya pembatasan yang dilakukan sedikit terlambat karena penggunaan MyPertamina misalnya justru menyulitkan orang miskin yang berhak membeli," ungkapnya.

Sementara itu, untuk pilihan lain secara paralel adalah mendorong pembangunan Jargas untuk mengurangi ketergantungan pada LPG impor yang nilainya Rp80 triliun.

"Windfall dari pendapatan pajak dan PNBP komoditas ekspor, sebaiknya sebagian disishkan untuk bangun jaringan pipa gas. itu solusi, tapi selama ini progresnya lambat dan kurang jadi prioritas," tutupnya.

Kebijakan Tepat

Keputusan PT Pertamina (Persero) untuk menyesuaikan harga BBM nonsubsidi dinilai wajar dilakukan di tengah lonjakan harga minyak mentah dunia.

"Kalau tujuannya penetapan harga Pertamax ke atas sesuai harga keekonomian, saya kira tepat dan sangat wajar. Namun, pada saat harga minyak dunia turun, maka harga BBM nonsubsidi juga harus diturunkan," jelas Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhy saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (11/7/2022).

Fahmi mengatakan, kenaikan harga BBM nonsubsidi akan berdampak baik untuk Pertamina maupun pemerintah. Untuk Pertamina sendiri, kenaikan tersebut dapat memperbaiki cash flow perusahaan, sedangkan untuk pemerintah bisa menurunkan biaya kompensasi.

Bukan hanya memberikan dua hal tadi, Fahmi menyebut kenaikan harga Pertamax ke atas tidak akan memicu inflasi dan tidak menimbulkan gejolak.

"Alasannya, jumlah konsumen Pertamax ke atas proporsinya kecil dan kebanyakan golongan menengah ke atas. Biasanya orang kaya tidak suka gejolak," ujarnya.

Lanjutnya, untuk BBM dengan RON 90 atau Pertalite diperlukan adanya pembatasan untuk menurunkan beban subisidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Kriteria pembatasan dibuat sederhana dan operated di SPBU, tanpa MyPertamina. Kriterianya,  Pertalite dan solar hanya untuk sepeda motor dan kendaraan angkutan umum. MyPertamina dibatalkan," ujarnya.

Fahmi menyebut, BBM jenis Premium sudah seharusnya dihapuskan mengingat meski volume kecil dan distribusi hanya di luar Jawa, Madura, dan Bali, tapi impor dan subsidi cukup besar.

Sedangkan harga Pertamax masih di bawah harga keekonomian, belum sepenuhnya mengikuti harga pasar. Menurutnya, penetapan harga Pertamax di bawah harga keekonomian sudah tepat. 

"Bahkan masih perlu diturunkan mendekati harga Pertalite. Tujuannya untuk mendorong migrasi dari Pertalite ke Pertamax pada saat pembatasan Pertalite diterapkan," tutupnya

Hal serupa diungkapkan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut keputusan PT Pertamina (Persero) menyesuaikan harga beberapa jenis BBM merupakan hal yang tepat.

Menurutnya, hal tersebut tepat dilakukan di tengah terus melonjaknya harga minyak dunia yang diiringi dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah hingga menyentuh angka Rp15 ribu per dolar AS.

"Menurut saya untuk penyesuaian harga BBM yang tidak disubsidi itu wajar untuk dilakukan mengingat biaya pengadaanya harus bisa dibayarkan dengan harga tersebut dan kalau kita lihat biaya untuk pengadaan BBM, artinya pengadaan BBM, biaya sampai ke pompa bensin itu mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan harga minyak dunia, itu satu dan kita tahu juga terjadi perubahan nilai tukar rupiah yang dalam satu bulan terakhir," ujar Faby saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Selasa (12/7/2022).

Faby mengatakan, karena harga bahan bakar tersebut tidak disubsidi pemerintah selain solar dan Pertalite, maka wajar kalau Pertamina menaikan harga.

Pasalnya, jika Pertamina tidak menaikan harga, artinya nanti terjadi kerugian dari penyediaan BBM dan kerugian itu ditanggung oleh Pertamina.

"Kalau Pertamina rugi karena tidak menyesuaikan harga BBM, di mana kewenangan itu ada pada Pertamina sendiri, maka nanti bisa disebutkan sebagai kerugian negara," ujarnya. 

Maka dari itu, Faby menilai harga pengadaan BBM, harga minyak dunia, kemudian dari aspek corporate governance atau tata kelola korporasi sesuai dengan aturan yang berlaku, maka penyesuaian harga tersebut adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh Pertamina.

Karena kalau tidak disesuaikan, nanti ada kerugian karena kerugian BUMN bisa dianggap sebagai kerugian negara dan itu artinya direksi tidak melaksanakan tugas yang sepatutnya dan ini justru berbahaya untuk Pertamina.

"Tidak bagus juga buat pemerintah karena kalau nanti terjadi kerugian Pertamina yang bisa berdampak pada kinerja finansialnya kan ujung-ujungnya jadi beban negara juga, dan itu juga beban rakyat, padahal BBM yang tadi disebutkan dikonsumsi oleh masyarakat mampu sebenarnya," tutupnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: