Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gobel Tekankan Pentingnya Keseimbangan Output Pendidikan dengan Kebutuhan SDM di Indonesia

Gobel Tekankan Pentingnya Keseimbangan Output Pendidikan dengan Kebutuhan SDM di Indonesia Kredit Foto: Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel, mengapresiasi dan juga mewanti-wanti tentang jumlah anggaran pendidikan yang mencapai Rp 608,3 triliun.

“Ini memang sesuai dengan amanat undang-undang yang harus 20 persen dari total APBN. Namun angka yang besar ini harus menelurkan sumberdaya manusia yang sesuai dengan tantangan bangsa dan negara ke depan,” katanya, Kamis, 18 Agustus 2022.

Baca Juga: Gobel Ajak Raja-raja Nusantara Fokus Bangun SDM

Hal itu ia kemukakan untuk menyokong pidato Presiden Joko Widodo tentang Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN 2023 dan Nota Keuangannya dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa, 16 Agustus 2022. Pada kesempatan itu, Presiden menyampaikan bahwa total belanja negara adalah Rp 3.041,7 triliun. Angka defisit ditargetkan 2,85% terhadap PDB. Target lainnya adalah, pengangguran terbuka 5,3% hingga 6%, angka kemiskinan 7,5-8,5%, rasio gini 0,375-0,375, indeks pembangunan manusia 73,31-73,49, serta nilai tukar petani (NTP) 105-107 dan nilai tukar nelayan (NTN) 107-108.

Presiden menyampaikan, APBN 2023 akan difokuskan pada lima agenda utama, nomor satu adalah tentang penguatan kualitas SDM unggul yang produktif, inovatif, dan berdaya saing melalui peningkatan kualitas sistem pendidikan dan kesehatan, serta akselerasi reformasi sistem perlindungan sosial. Presiden menyatakan, anggaran pendidikan sebesar itu untuk memanfaatkan bonus demografi dan untuk kesiapan menghadapi disrupsi teknologi.

Upaya untuk peningkatan kualitas SDM itu, kata Presiden, ada lima hal, yaitu peningkatan akses pendidikan pada seluruh jenjang pendidikan; peningkatan kualitas sarana dan prasarana penunjang kegiatan pendidikan, terutama di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan; penguatan link and match dengan pasar kerja; pemerataan kualitas pendidikan; dan penguatan kualitas layanan PAUD. Selain itu, katanya, juga memperkuat investasi pendidikan seperti perluasan beasiswa, pemajuan kebudayaan, penguatan perguruan tinggi kelas dunia, dan pengembangan riset dan inovasi. Pada bagian lain, Presiden juga menyatakan tentang keharusan meningkatnya daya saing produk manufaktur nasional di pasar global.

Gobel menyatakan mendukung semua visi dan program Presiden tentang pendidikan tersebut. Namun ia mengingatkan bahwa visi dan program tersebut harus bisa diterjemahkan secara tepat oleh para menteri, khususnya oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

“Harus ada roadmap tentang pembangunan kualitas sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan riil bangsa dan negara Indonesia,” katanya.

Sebagai contoh, ia menyebutkan kaitan pendidikan dengan tuntutan industri dan perkembangan ekonomi ke depan.

“Mendikbud harus datang ke Menaker, ke Menperin, ke Menteri ESDM, ke Mentan. Apa yang mereka butuhkan,” katanya.

Mengapa? Karena Presiden dengan jelas menyatakan prioritasnya tentang hilirisasi industri, akselerasi sektor pangan dan energi, serta tentang daya saing Indonesia di dunia internasional.

“Jadi harus ada link and match antara pendidikan dengan pasar kerja maupun dengan tantangan bangsa dan negara itu sendiri,” katanya.

Gobel menyatakan, di tengah situasi perubahan iklim dan geopolitik global maka dunia akan menghadapi pasokan dan keterjangkauan harga pangan dan energi. Karena itu, Indonesia harus bisa berdaulat di bidang pangan dengan membangun sektor pertanian dan industri pangan. Hal serupa juga harus dilakukan di sektor energi dengan membangun energi baru dan energi terbarukan. Pada sisi lain, Indonesia juga sedang berjuang untuk masuk sebagai negara berpendapatan tinggi dengan menguatkan industri dan UMKM.

Lebih lanjut Gobel menyatakan, Mendikbud juga harus membuat key performance indicator yang konkret untuk setiap kebutuhan tenaga kerja dan kualitas sumber daya manusia di tiap sektor.

“Harus terukur secara matematis. Bukan hanya manis dan indah dalam rumusan. Misalnya tentang kebutuhan terhadap sumber daya pertanian, handicraft, industri hilir, dan seterusnya. Saat ini para master ukir, master batik, master tenun makin sulit ditemukan. Padahal sumbangannya terhadap ekonomi cukup besar,” katanya.

Karena itu, ia mengkritisi kebijakan Mendikbud yang lebih banyak bicara konsep-konsep besar maupun belajar secara digital.

Baca Juga: Waduh! Menterinya Jokowi Disamber Gus Miftah: Kali Ini Anda Menghina Ulama dan Pesantren!

“Jaringan komunikasi saja belum merata, belum lagi soal kemampuan masyarakat untuk memiliki tablet atau laptop. Lebih baik bicara lebih membumi dan sesuai kebutuhan pasar,” katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: