Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kendaraan Otonom Dinilai Bisa Mewujudkan Sistem Transportasi Masa Depan yang Lebih Cerdas

Kendaraan Otonom Dinilai Bisa Mewujudkan Sistem Transportasi Masa Depan yang Lebih Cerdas Kredit Foto: Ist

Proses Adopsi AV Perlu Disiapkan

Sementara, Chairy membahas prospek kendaraan otonom dari perspektif perilaku konsumen. Menurut Chairy, saat ini AV masih menjadi sesuatu yang baru di masyarakat. Maka, agar kehadirannya bisa diterima, yakni masyarakat mau menggunakannya secara rutin, proses adopsinya perlu dipersiapkan. Apalagi, lanjut Chairy, AV adalah produk inovasi yang dapat mengubah perilaku konsumen dan sistem transportasi dunia, termasuk Indonesia.

Chairy lalu memaparkan sejumlah riset tentang perilaku konsumen yang terkait AV. Pertama, tentang kontrol. Semakin tinggi keinginan konsumen untuk mengontrol, maka keinginannya untuk menggunakan, atau membeli, justru cenderung semakin kecil. Mengapa? Kata Chairy, “Sebab ada aspek lain dari mengemudi. Bagi seseorang yang menikmati mengemudikan kendaraan, ia masih punya keinginan untuk mengontrol semuanya.”

Sementara, dengan AV, penumpang hanya perlu duduk manis hingga sampai ke tujuan. “Hal semacam ini perlu menjadi perhatian,” ucap Chairy.

Kedua, Chairy menemukan masih adanya miskonsepsi tentang AV. Misalnya, ada yang menganggap AV sudah tersedia di pasar. Padahal, kenyataannya belum ada. Jadi, kalau sekarang ada yang mengoperasikan kendaraan otonom, itu baru sebatas prototipe. Ungkap Chairy, “Kalau ada miskonsepsi semacam ini, konsumen justru akan lebih mudah menerima kehadiran AV.”

Ketiga, AV adalah inovasi yang terbilang radikal. Inovasi yang semacam ini, lanjut Chairy, justru menimbulkan akan resistensi dari konsumen. “Konsumen menjadi tidak yakin dengan keandalan produknya. Misalnya, bagaimana kalau terjadi kegagalan dari sistem IT-nya. Ini akan membuat konsumen ragu-ragu memakai AV,” paparnya.

Maka, saran Chairy, untuk meningkatkan adopsi konsumen terhadap AV, sebaiknya jangan langsung masuk ke level tertinggi dari AV, yakni level 5 yang full automation. Katanya, “Sebaiknya mulai dari level yang paling rendah dulu. Ketika konsumen sudah mulai yakin dan mau menggunakan, perlahan-lahan ditingkatkan ke level yang lebih tinggi.”

Sementara, Managing Director PT Jababeka Infrastruktur Dr. Agung Wicaksono memaparkan penggunaan AV atau kendaraan otonom di berbagai negara. Kata Agung, “Ujicoba AV paling cocok dilakukan di lingkungan kampus.” Ia lalu memaparkan pengalamannya menggunakan AV di Nanyang Technological University, Singapura. “Di sana suda ada bus otonom yang dipakai untuk mengangkut mahasiswa. Selain bus, ada juga kendaraan otonom lainnya yang mampu berjalan sendiri tanpa pengemudi. Itu menunjukkan kemampuan persepsi, lokalisasi, dan sensor,” papar Agung.

Agung juga memaparkan kesiapan kawasan industri Jababeka untuk menggunakan dan menjadi bagian dari sistem transportasi masa depan. 

Di kawasan Jababeka sudah ada charging untuk electric vehicle (EV). Lalu, di kawasan ini pula sudah ada pabrik baterei dan charging untuk EV,” kata Agung.

Selain itu, ungkap Agung, Jababeka akan menjadi titik temu berbagai jaringan transportasi publik masa depan. “Akan ada Light Rail Transit (LRT) yang sebentar lagi beroperasi dengan stasiun di Bekasi Timur. Lalu, tahun depan kereta cepat Jakarta-Bandung juga akan beroperasi. Stasiunnya berada di Karawang, tak jauh dari Jababeka. Kemudian, stasiun terakhir Mass Rapid Transport (MRT) jaringan timur- barat dari Balaraja di Tangerang akan berhenti di Cikarang, Bekasi,” paparnya.

EV Membuat Industri Pariwisata Lebih Futuristik

Peneliti dari PresUniv, Jhanghiz Syahrivar Ph.D., memaparkan hasil risetnya tentang potensi pasar kendaraan otonom. Katanya, saat ini populasi dunia sudah mulai menua. “Semakin banyak penduduk dunia yang berusia lebih dari 60 tahun,” ucap Jhanghiz. 

Di Indonesia, misalnya, jumlahnya mencapai 25 juta atau sekitar 10% dari populasi. “Ditambah dengan para penyandang difabel, mereka ini menjadi pasar potensial dari kendaraan otonom atau EV,” urainya.

Jhanghiz juga melihat pentingnya penggunaan EV di industri pariwisata. “Itu akan membuat wajah industri pariwisata menjadi lebih futuristik,” tegasnya. Selain itu, Jhanghiz juga menyoroti masalah kurangnya tenaga pengemudi di sektor logistik, yang mengoperasikan truk-truk berukuran besar. “EV bisa menjadi solusi atas masalah ini,” katanya. Selebihnya, potensi EV juga tercermin dari terus meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengurangi emisi karbon, menurunkan tingkat kecelakaan lalu lintas akibat human error, serta pentingnya efisiensi dalam berkendara.

Meski begitu Jhanghiz juga khawatir dengan masih tingginya risiko gagal sistem. Dia mengutip sebuah riset yang dilakukan tahun 2015. Papar Jhanghiz, “AV diharapkan mampu menurunkan tingkat kecelakaan akibat human error. Faktanya, menurut riset tersebut, tingkat tabrakan (collision) EV masih lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan yang dikemudikan secara manual. Perbandingannya, EV 9,1 per juta mil dan yang manual hanya 4,1 per juta mil.”

Jhanghiz juga menyoroti lambatnya perkembangan EV karena tiga masalah utama. Urainya, 80% masalah adalah bagaimana membuat EV bisa tetap mengikuti garis yang ada di jalan. Lalu, 10%-nya lebih rumit, yakni bagaimana EV saat melintas di persimpangan jalan atau bundaran, serta 10% lainnya adalah bagaimana EV mampu merespon kondisi-kondisi yang tidak terduga (edge cases). “Contohnya adalah kalau ada hewan yang tiba-tiba melintas,” kata Jhanghiz.

Itulah sejumlah kendala dari perkembangan dan penerapan EV di Indonesia maupun dunia. Sebagai bagian dari sistem transportasi masa depan, kehadiran EV merupakan keniscayaan. Guna mengatasi berbagai masalah tersebut, pemerintah, dunia industri dan para peneliti di perguruan tinggi perlu berkolaborasi.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: