Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi Lindungi Kelompok Rentan

Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi Lindungi Kelompok Rentan SPBU Pertamina | Kredit Foto: Pertamina
Warta Ekonomi, Jakarta -

Besaran subsidi dan kompensasi energi sampai akhir 2022 diperkirakan akan mencapai Rp 700 triliun. Anggota DPR RI mengusulkan harga Pertalite maksimal Rp 10 ribu per liter.

Pemerintah masih terus mematangkan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan solar. Serangkaian pertemuan antara  Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,  Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian BUMN, PT Pertamina, hingga DPR RI digelar untuk menemukan  formula kenaikan yang tepat.

Kenaikan harga BBM bersubsidi kian hari kian tak terhindarkan. Musababnya,  beban subsidi  energi sudah terlampau besar untuk ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.

Hingga Juli 2022, Pertalite sudah terjual 16,8 juta kiloliter (KL) dari kuota 23 juta KL atau sekitar 73 persen. Sementara solar bersubsidi terjual 9,9 juta dari kuota 14,9 juta KL  (66,4 persen). Ditaksir, kuota Pertalite dan Solar hanya cukup hingga akhir Oktober mendatang.

Saat ini, Pertalite dibanderol dengan harga Rp 7.650 per liter, dari harga keekonomian berdasarkan hitungan Pertamina sebesar Rp 17.000-Rp 18.000 per liter. Adapun solar bersubsidi dijual pada harga Rp 5.150 per liter dari harga keekonomian Rp 18.000 per liter. Total anggaran subsidi dan kompensasi energi (BBM, listrik, dan gas) yang disiapkan pemerintah sepanjang 2022 mencapai Rp 502 triliun.

Pemerintah sebetulnya tidak berencana menggelontorkan anggaran subsidi energi sebesar itu pada tahun ini. APBN 2022 mulanya hanya mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi senilai Rp 152,5 triliun dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$ 63 per barel. Asumsi ICP  belakangan direvisi mengikuti lonjakan harga minyak mentah dunia.

Pemerintah mengusulkan APBN Perubahan 2022 dengan asumsi ICP sebesar US$ 100 per barel. Usulan ini disetujui Badan Anggaran DPR pada 19 Mei lalu. Dengan berubahnya asumsi ICP, anggaran subsidi dan kompensasi membengkak 229 persen atau bertambah Rp 349,9 triliun menjadi Rp 502,4 triliun. Per Juli 2022, ICP bahkan menyentuh US$ 106 per barel.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, tanpa kenaikan harga BBM, nilai subsidi dan kompensasi energi sampai akhir tahun diperkirakan akan mencapai Rp 700 triliun. Untuk menutupi tambahan subsidi, mau tidak mau pemerintah harus  mengambil pembiayaan baru. Padahal, total utang pemerintah sekarang saja sudah melebihi Rp 7.000 triliun.

Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengungkapkan dukungannya terhadap rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Dia mengakui, beban subsidi energi sudah terlalu berat bagi keuangan negara.

"Tata kelola BBM bersubsidi kita tahun ini menghadapi tekanan karena migrasi pembeli dari Pertamax ke Pertalite," kata Said. Dia memperkirakan tekanannya bakal bertambah karena skema subsidi sekarang berbasis komoditas yang sulit sekali tepat sasaran.

Politikus PDI Perjuangan ini menyarankan kenaikan harga Pertalite sebesar maksimal 30 persen dari harga berlaku, atau menjadi sekitar Rp 10 ribu per liter agar APBN 2022 lebih sehat. “Kenaikan harga maksimal 30 persen sudah mempertimbangkan dampak inflasi agar tak terlalu tinggi,” Said menyebutkan.

Ia  menyadari kenaikan harga BBM bakal mempengaruhi tingkat inflasi dan melemahkan kemampuan konsumsi masyarakat. Karena itu, Said mengusulkan supaya kenaikan harga dilakukan secara bertahap.  Hal lain yang juga penting dilakukan pemerintah  adalah  segera mengubah skema penyaluran BBM bersubsidi.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: