Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemenkop-UKM Jaring Aspirasi Berbagai Pihak untuk Draf RUU Perkoperasian Baru

Kemenkop-UKM Jaring Aspirasi Berbagai Pihak untuk Draf RUU Perkoperasian Baru Kredit Foto: Kemenkop-UKM

Di samping itu, Aria Bima juga menyebut koperasi berbasis syariah yang harus diatur dalam UU. "Seperti apa batasan-batasan koperasi syariah. Karena, koperasi syariah sedang menjamur di kalangan masyarakat," kata Aria Bima.

Terkait pengawasan koperasi, juga menjadi perhatian khusus Aria Bima. Dirinya tidak setuju jika pengawasan koperasi, khususnya KSP, dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Idealnya, harus membuat satu lembaga otoritas tersendiri untuk mengawasi KSP," kata Aria Bima.

Baca Juga: Teten Minta Aset Koperasi Bermasalah Dikembalikan ke Nasabah, Bukan ke Negara

Menurutnya, dengan pengawasan secara realtime terhadap KSP, serta mengatur arus simpan dan pinjam yang dilakukan koperasi, para anggota merasa aman berkoperasi. "Saya meyakini, saat ini, kepercayaan terhadap koperasi, khususnya KSP, masih terbilang tinggi," kata Aria Bima.

Lebih dari itu, Aria Bima menyebutkan roh koperasi jangan diutak-atik. Menurut dia, koperasi bukanlah untuk menggali keuntungan, melainkan sebuah lembaga usaha untuk memenuhi kebutuhan bersama. "Yang perlu diingat, koperasi itu kumpulan orang-orang, bukan kumpulan uang," kata Aria Bima.

Dasar koperasi juga adalah kerja sama antara kaum ekonomi lemah agar saling membantu untuk memperbaiki taraf hidup. Mencakup orang-orang yang punya kepentingan yang sama berhimpun dalam koperasi, serta atas dasar sukarela. "Ini menjadi roh dan harus diperhatikan dalam organisasi koperasi. Ada prinsip-prinsip koperasi yang harus dijaga dalam penyusunan UU Perkoperasian," kata Aria Bima.

Sementara itu, anggota Tim Perumus RUU Perkoperasian Dr Suwandi menekankan bahwa UU Perkoperasian yang baru selain sebagai payung hukum, seyogianya juga kuat dan memberi ruang kreatif bagi tumbuhnya koperasi masa depan yang modern. "UU Perkoperasian harus kuat sesuai dengan visi koperasi ke depan yang moderen," kata Suwandi.

Digitalisasi Koperasi

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawati berharap UU Perkoperasian yang baru harus tegas menjabarkan definisi koperasi. Sebab, di UU lama, antara koperasi primer dan sekunder tidak ada faktor pembedanya. "Perlu pembatasan, koperasi primer seperti apa, sekunder seperti apa," ujar Ema.

Harapan lainnya, kata Ema, dari sisi pengawasan koperasi harus diperkuat, di mana jelas tergambar pengawasan internal dan eksternal, dan bagaimana melaksanakan pengawasan. Ema juga menggarisbawahi tentang skema pembiayaan koperasi yang harus diatur. Dicontohkannya, pembiayaan koperasi melalui LPDB-KUMKM untuk KSP dan koperasi sektor riil harus diubah. Karena, karakter dan tipe koperasi sektor riil berbeda dengan KSP.

Ema menambahkan, UU Perkoperasian ini sejalan dengan UU Cipta Kerja. Jadi, terkait kemudahan, perlindungan, pemberdayaan koperasi, harus sama dengan pelaku UKM. "Di UU lama itu belum ada," ucap Ema.

Digitalisasi koperasi juga menjadi hal yang dinilainya penting bagi pelaku koperasi. "Artinya, ini penting diatur dalam UU. Karena, koperasi harus mengikuti tren yang baru, yaitu digitalisasi. Modernisasi koperasi selama ini digaungkan, tapi indikator koperasi modern belum jelas, seperti apa tahapannya," kata Ema.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: