Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rakyat Baru Dihajar Pandemi Kini Harus Terima Nasib Harga BBM Naik, Partai Ummat: Seharusnya Pemerintah Lebih Berempati

Rakyat Baru Dihajar Pandemi Kini Harus Terima Nasib Harga BBM Naik, Partai Ummat: Seharusnya Pemerintah Lebih Berempati Kredit Foto: Rena Laila Wuri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dinilai mendadak memicu gelombang protes yang besar di masyarakat, termasuk di kalangan partai politik. Salah satu yang menyuarakan penolakan atas kenaikan harga BBM ini adalah Partai Ummat.

"Rakyat baru saja keluar dari pandemi, ekonomi rakyat kecil baru beranjak bersemi, langsung dihajar dengan kenaikan harga BBM. Ini jelas bukan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Seharusnya pemerintah lebih berempati pada kesulitan yang sudah berlangsung 2,5 tahun sejak pandemi berlangsung," kata Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi, Senin (5/9/2022).

Baca Juga: Presiden Rocky Gerung soal BBM Vivo Lebih Murah, 'Nanti Kalau Dibeli Dibilang Gak Nasionalis Lagi'

Partai Ummat mencatat rincian kenaikan harga BBM sebagai berikut. Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, solar subsidi dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter, dan pertamax nonsubsidi dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.

Ridho menambahkan kenaikan harga BBM ini menunjukkan pemerintahan Jokowi telah gagal mengelola ekonomi negara. Kenaikan harga BBM sudah pasti akan memicu kenaikan harga-harga barang lainnya yang akan memberatkan rakyat.

"Kenaikan harga BBM ini menimbulkan inflasi yang diperkirakan bisa mencapai 8 persen. Ironisnya, inflasi menyebabkan harga-harga semakin tinggi tetapi penghasilan tetap. Di sinilah pangkal masalahnya," kata Ridho.

Dengan jumlah penghasilan yang sama, kata Ridho, kebutuhan yang bisa dibeli semakin sedikit akibat inflasi. "Di masyarakat bawah, kenaikan harga seribu atau dua ribu rupiah itu akan sangat terasa dan memberatkan," kata dia.

Ridho mempertanyakan kebijakan yang diambil Menkeu Sri Mulyani yang terus-menerus menghajar kemampuan ekonomi rakyat. Rakyat belum bisa paham mengapa di Indonesia harga BBM harus dinaikkan padahal harga minyak dunia sedang turun. Menurutnya, hal ini sama sekali tidak masuk akal.

Ia mengeritik keras pemerintahan Jokowi yang terlihat hanya mau enaknya sendiri dalam mencari sumber pemasukan negara, sementara pada saat yang sama terus-menerus mencekik rakyat yang sudah lama dalam kesulitan.

"Seharusnya, pemerintah lebih kreatif dalam mencari sumber pemasukan APBN. Jangan cuma bisanya menaikkan pajak dan menaikkan harga-harga barang yang jelas sangat memberatkan ekonomi rakyat. Ujung-ujungnya rakyat juga yang menjadi korban," ujar dia.

Baca Juga: Jokowi Siap Didemo Rakyat Gegara Kenaikan Harga BBM: Sampaikan dengan Cara-cara yang Baik

Diketahui, data harga minyak mentah berjangka pada pengiriman Oktober yaitu West Texas Intermediate (WTI) yang turun menjadi 86,61 dolar Amerika per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara untuk pengiriman November, minyak mentah berjangka Brent juga turun menjadi 92,36 dolar Amerika per barel di London ICE Futures Exchange.

Yang paling dekat yang bisa dijadikan perbandingan adalah negeri tetangga Malaysia yang menurunkan harga minyak. Pada Agustus, Malaysia baru saja menurunkan harga BBM tipe RON97 sebesar 5 sen yang semula berharga 4,35 ringgit menjadi 4,30 ringgit. Pemerintah Malaysia mengatakan penurunan harga ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kenaikan harga minyak global.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: