Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tak Hadir terkait Kasus Korupsi Helikopter AW-101, KPK Jadwalkan Pemanggilan Ulang Dua Purnawirawan TNI

Tak Hadir terkait Kasus Korupsi Helikopter AW-101, KPK Jadwalkan Pemanggilan Ulang Dua Purnawirawan TNI Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan

"IKS, yang juga menjadi salah satu agen AW, diduga selanjutnya memberikan proposal harga pada MS dengan mencantumkan harga untuk satu unit helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS, dimana harga pembelian yang disepakati IKS dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 hanya senilai 39,3 juta dolar AS (ekuivalen dengan Rp 514,5 miliar)," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Selanjutnya, sekitar November 2015, panitia pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap pra-kualifikasi, dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek. "Hal ini tertunda karena adanya arahan Pemerintah untuk menunda pengadaan ini karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung," tambah Firli.

Pada 2016, pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU kembali dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp 738,9 miliar dengan metode lelang pemilihan khusus, yang hanya diikuti dua perusahaan. Dalam tahapan lelang itu, KPK menduga panitia lelang tetap melibatkan dan mempercayakan Irfan dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri (HPS) kontrak pekerjaan.

Harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran pada 2015, yakni senilai 56,4 juta dolar AS, dan disetujui pejabat pembuat komitmen (PPK). "IKS juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan FA (Fachri Adamy) selaku PPK," katanya.

Terkait persyaratan lelang yang hanya mengikutkan dua perusahaan, KPK menduga Irfan menyiapkan dan mengondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang dan disetujui PPK. "Untuk proses pembayaran yang diterima IKS diduga telah 100 persen, dimana faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak, di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda," ujar Firli.

Akibat perbuatan tersangka Irfan itu, KPK menduga kerugian keuangan negara mencapai sekitar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738,9 miliar.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: