Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bukan Cuma Protes, Jokowi Juga Banjir Dukungan Usai Naikkan Harga BBM: Dari PBNU Hingga Akademisi

Bukan Cuma Protes, Jokowi Juga Banjir Dukungan Usai Naikkan Harga BBM: Dari PBNU Hingga Akademisi Presiden Joko Widodo mengumumkan harga bahan bakar minyak (BBM) terbaru di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah menetapkan harga Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, solar subsidi dari Rp5.150 per liter jadi Rp6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.500 jadi Rp14.500 per liter berlaku pada Sabtu 3 September 2022 pukul 14.30 WIB. | Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Keputusan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) memicu gelombang protes. Meski demikian, banyak juga pihak yang mendukung keputusan ini.

Seperti dukungan dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya yang mengaku memaklumi kebijakan pemerintah tersebut.

Baca Juga: Waduh! Jokowi Ngaku Malu dan Minta Pihak Imigrasi Berubah Total: Kalau Perlu, Dirjennya Ganti, Bawahnya Ganti Semua

"Kebijakan menaikan harga BBM merupakan pilihan sulit di tengah situasi pelik ini. Kami memaklumi mengapa pemerintah menaikkan harga BBM," kata Gus Yahya, Jumat (9/9/2022).

Menurut Gus Yahya, pemerintah harus mengambil keputusan menaikkan harga BBM agar keadaan tidak semakin sulit. Dalam situasi sulit seperti sekarang, lanjutnya, NU harus ikut membantu pemerintah mengatasi persoalan bangsa.

"Caranya, kami harus bantu meringankan beban dengan tidak menambah berat pemerintah," lanjutnya.

Dukungan menaikkan harga BBM juga disuarakan mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra. Menurut dia, kenaikan harga BBM bersubsidi untuk mengurangi beban subsidi energi dalam APBN. Namun, dia menyebutkan kenaikan harga BBM harus dilakukan secara bertahap.

Baca Juga: Hacker Bjorka Klaim Berhasil Bobol Surat Rahasia Presiden Jokowi, Orang Istana Tegas: Melanggar Hukum UU ITE

"Kenaikannya jangan sekaligus agar tidak terasa. Kalau naiknya langsung banyak, nanti masyarakat yang terkejut," kata Azyumardi.

Tak hanya itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyebutkan menaikkan harga BBM dilakukan untuk menekan pembengkakan subsidi dalam APBN karena berdampak kepada defisit anggaran. 

"Sehingga mau tidak mau harga BBM itu harus naik," kata Aviliani.

Menurut dia, kenaikan harga dinilai sebagai kebijakan tepat karena mayoritas pengguna BBM bersubsidi adalah kalangan mampu.

"Kalangan industri juga banyak menggunakan BBM bersubsidi bahkan rumah tangga mampu," ungkapnya.

Baca Juga: Terbongkar! Ini Sejumlah Narasi Sesat Pemerintahan Jokowi Soal Kenaikan BBM

Menurut dia, ini adalah waktu yang tepat untuk pemerintah mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT)

"Ini pelajaran buat pemerintah bahwa untuk menangani hal ini harus mempersiapkan diri untuk mengarah ke EBT atau pindah ke gas atau ke mikrohidro," tuturnya.

Dia juga menyarankan subsidi BBM lebih tepat diberikan kepada orang yang membutuhkan ketimbang barang. 

"Hal ini untuk mencegah terjadinya moral hazard," tutur Aviliani.

Baca Juga: Agar Subsidi BBM Tak Dinikmati Golongan Kaya

Adapun ekonom Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, menyebutkan pemanfaatan BBM bersubsidi selama ini belum sesuai dengan prinsip keadilan. Pasalnya, konsumsi bahan bakar bersubsidi didominasi masyarakat mampu.

"Konsumsi BBM didominasi masyarakat mampu, 80 persen pertalite dan 95 persen solar dikonsumsi oleh kelompok masyarakat mampu, sehingga tidak sesuai dengan prinsip distribusi dan keadilan," ungkap Berly.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: