Ekonom Menilai Tahun 2022 Jadi Momentum Tepat untuk Reformasi Kebijakan Subsidi Energi
Lebih lanjut, Abra memberikan contoh, misal pemberian subsidi energi oleh pemerintah ditargetkan kepada 40 persen masyarakat terbawah. Namun, pada kenyataannya, masyarakat yang berada di 50 hingga 70 persen juga membutuhkan subsidi tersebut.
"Mungkin pemerintah masih bisa memperluas pemberian subsidi energi, bukan hanya 40 persen terbawah, tapi sampai 70 persen. Tetapi ini akan dievaluasi seperti apa besaran subsidi yang diberikan, seberapa besar efisiensi yang diciptakan dari perubahan kebijakan subsidi energi secara tertutup," ujar Abra.
Baca Juga: Segera Cek! Ini Nama Penerima BSU Subsidi Gaji Rp600 Ribu Tahap 2
Perspektif senada disampaikan Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky. Ia menilai bahwa saat ini adalah momentum untuk melakukan reformasi fiskal, terutama subsidi BBM. Menurutnya, selain saat ini Indonesia telah melewati pandemi, situasi saat ini juga belum terlalu jauh memasuki tahun politik. Dengan demikian, ongkos politiknya masih tidak sebesar jika ditunda ke tahun berikutnya.
"Menurut saya lebih cepat lebih baik karena semakin ditunda, political cost makin besar. Makin dekat pemilu makin mahal ongkos politiknya. Dalam arti lebih banyak yang perlu dinegosiasi dan perlu banyak mendapatkan dukungan politik dari sisi manapun," kata Riefky.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: