Tantangan Indonesia dalam Inklusi dan Adopsi Teknologi Keuangan Digital
Saat ini adopsi teknologi digital dalam berbagai sistem sektor telah menjadi suatu kebutuhan. Di dalam layanan keuangan, Digital Financial Services (DFS) atau layanan keuangan digital telah memberikan suatu peluang pertumbuhan ekonomi nasional dengan menjadi jembatan dan mengakselerasi inklusi keuangan dengan cara memberikan layanan kepada masyarakat di Indonesia yang tidak memiliki rekening bank atau tidak dapat menjangkau pada layanan di dalam sistem lembaga keuangan tradisional. Dalam hal ini, Bank Dunia mencatat bahwa peningkatan 1% di dalam inklusi keuangan akan mendorong pertumbuhan PDB tahunan per kapita sebesar 0,03%.
Namun, tentu saja adopsi DFS masih menghadapi banyak tantangan, mulai dari infrastruktur fisik, infrastruktur digital, budaya penggunaan uang tunai, hingga latar belakang konsumen yang memengaruhi adopsi pengguna DFS di dalam kehidupan sehari-hari.
"Terlepas dari dari penetrasi internet, perkembangan fintech (financial technology) menghadapi banyak kendala, termasuk termasuk akses atau tingkat literasi dan inklusi keuangan yang tidak merata," tutur Rico Usthavia Frans, Steerubf Committee of Indonesia Fintech Society (IFSoc) dalam sebuah acara webinar bertajuk From Digital Adoption to Financial Inclusion: The Way Forward for Indonesia pada Selasa (4/10/2022).
Baca Juga: Digital Creative Enterpreneur Telkomsel Bidik UMKM Kota Bandung
Untuk mengatasi masalah ini, Rico mengungkapkan perlu adanya kebijakan yang lebih mendukung dan kondusif. Tidak hanya itu, untuk mendukung inovasi pada produk keuangan digital sehingga dapat berkembang lebih jauh dan memberikan manfaat yang sesuai, maka diperlukan sebuah peran penting dari Self Regulated Organization (SRO). Peran SRO menjadi penting karena jumlah inovasi dalam DFS semakin meningkat.
Rico menambahkan bahwa salah satu isu yang harus diperhatikan di dalam sektor keuangan digital maupun omnibus law atau sektor terkait lainnya adalah terkait dengan customer protection.
"Di sisi lain, customer protection merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan di sini. Ada banyak kasus data breach yang terjadi, baik di lingkup government maupun sektor swasta. Jadi, sebagai bagian dari industri, kita haruslah menyikapi hal dengan serius, apalagi saat ini telah ditetapkan adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi," tambah Rico.
Menyolek hal yang sama, Yose Rizal Damuri selaku Executive Director Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyampaikan bahwa masih ada banyak tantangan yang dihadapi Indonesia dalam hal inklusi dan adopsi teknologi keuangan digital. Dalam hal ini, ia menekankan pada isu-isu terkait dengan keamanan data dan transaksi yang seringkali menjadi tantangan besar bagi aktivitas digital.
Ia menyampaikan, "saya kira ini cukup penting, terutama bagi Indonesia mengingat berbagai pelanggaran data yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini dan juga kini telah adanya peluncuran undang-undang baru yang melindungi data pribadi."
Untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam perjalanannya mencapai inklusi keuangan dan memaksimalkan adopsi teknologi keuangan digital, maka seluruh elemen dalam masyarakat, mulai dari pembuat kebijakan, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat haruslah bersatu sehingga secara bersama dapat menemukan suatu solusi yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: