Singkatnya musim kemarau pada tahun ini telah berdampak pada usaha tambak garam rakyat di Jabar. Produktivitas garam menjadi anjlok karena hujan yang kerap mengguyur bahkan di saat musim kemarau.
Ketua Asosiasi Petani Garam (Apgasi) Jawa Barat, M Taufik, menjelaskan pada 2021 lalu, curah hujannya juga tinggi. Namun, petani garam bisa mulai menggarap lahan garam pada Agustus dan berakhir di November.
Sedangkan tahun ini, lanjut Taufik, musim kemarau berlangsung lebih singkat lagi bahkan pada September dan kini Oktober, intensitas hujan sudah cukup tinggi. Hujan secara otomatis mengganggu pembentukan garam di lahan tambak.
‘’Produktivitas garam di Jabar tahun ini turun sangat drastis,’’ ujar Taufik, Ahad (9/10/2022).
Taufik menyebutkan, dalam kondisi normal, produktivitas garam di Jabar pada Oktober semestinya sudah mencapai 50 ton per hektare. Namun sepanjang musim garam 2022 ini, produktivitas garam baru menghasilkan sekitar lima ton per hektare.
‘’Ya akibat cuaca, produktivitas garam jadi rendah. Turun sampai 90%,’’ kata Taufik. Sedangkan dari segi produksi garam di Jabar, lanjut Taufik, dalam kondisi normal, pada Oktober semestinya sudah mencapai 100 ribu ton. Namun saat ini, produksi garam baru di kisaran 20 ribu ton.
Kondisi tersebut, lanjut Taufik, secara otomatis berdampak pada nasib petani garam. Dia menyatakan, nasib petani garam saat ini terpuruk. “Terpuruk ekstrem,’’ cetus Taufik.
Baca Juga: Permintaan Tinggi, Prospek Bisnis Jamur Menggiurkan
Taufik menambahkan, hingga kini petani garam masih belum menghentikan proses produksi garam di lahan tambak masing-masing. Meski proses produksi itu kerap terganggu akibat hujan.
Anjloknya produksi garam itu seperti yang dialami para petani garam di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Salah satunya adalah Robedi. ‘’Di Losarang total ada sekitar 2 ribu hektare lahan tambak garam. Kondisinya ya sama semua,’’ kata Robedi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: